Suara.com - Negosiasi untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran 2015 akan gagal kecuali Presiden Amerika Serikat Joe Biden dapat menjamin bahwa Washington tidak akan lagi meninggalkan pakta tersebut.
Mengutip Reuters, Kamis (4/11/2021), hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, Ali Shamkhani, pada Rabu (3/11/2021).
"Presiden AS, kekurangan otoritas, tidak siap memberikan jaminan. Jika status quo saat ini berlanjut, hasil negosiasi sudah jelas," kata Ali dalam cuitannya.
Iran diperkirakan akan memberikan tanggal pasti minggu ini untuk dimulainya kembali pembicaraan dengan negara-negara kuat yang dijadwalkan pada akhir November 2021 menurut negosiator nuklir utama Iran, Ali Bagheri-Kani.
Baca Juga: Dikritik Absen di KTT COP26, China Balas AS: Kita Butuh Tindakan Nyata, Bukan Omong Kosong
Pada April 2021, Iran dan enam negara lainnya memulai pembicaraan di Wina, Austria untuk mengembalikan kesepakatan.
Namun, pembicaraan ditunda setelah pemilihan presiden Iran pada Juni 2021 membawa pemimpin garis keras anti-barat, Ebrahim Raisi, ke kursi kekuasaan.
Ketidaksepakatan utama di Wina adalah mengenai persyaratan Iran bagi Amerika Serikat untuk memberikan jaminan bahwa mereka tidak akan mengingkari perjanjian nuklir di masa depan.
Amerika Serikat dan Eropa telah mendesak Iran untuk kembali ke negosiasi, memperingatkan bahwa waktu hampir habis karena program pengayaan uranium Republik Islam maju jauh melampaui batas yang ditetapkan oleh pakta nuklir.
Sebagai reaksi terhadap penerapan kembali sanksi Trump, Teheran melanggar kesepakatan dengan membangun kembali persediaan uranium yang diperkaya. (Jacinta Aura Maharani)
Baca Juga: Cuitan Menteri LHK soal Zero Deforestasi Disebut Aneh dan Kontradiktif dengan KTT-COP26