Eks Direktur YLBHI Sebut Luhut Jadi Wasit Rangkap Pemain di Bisnis Tes PCR

Rabu, 03 November 2021 | 17:29 WIB
Eks Direktur YLBHI Sebut Luhut Jadi Wasit Rangkap Pemain di Bisnis Tes PCR
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan pada acara The 4th Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD).
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Mantan Direktur Publikasi dan Pendidikan Publik YLBHI Agustinus Edy Kristianto merespon klarifikasi juru bicara Menko Marinves Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir soal dugaan terlibat bisnis tes PCR.

Sebelumnya, Juru Bicara Luhut, Jodi Mahardi menyebut wewenang bosnya di PT Toba Bumi Energi yang menjadi salah satu pemegang saham di PT GSI sangat kecil, sehingga tidak ikut campur dalam bisnis PCR.

Agus menilai klarifikasi ini salah, sebab ada konflik kepentingan antara kedua pejabat ini dengan bisnis tes PCR yang diselenggarakan oleh PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).

"Bagaimana bisa ibaratnya wasit tapi juga bertindak rangkap sebagai pemain, dia yang ikut terlibat dalam pembentukan kebijakan pemerintah tapi dia juga terafiliasi dengan supplier PCR, kebijakan pemerintah itu salah satu faktor penting pembentuk demand," kata Agus saat dihubungi Suara.com, Rabu (3/11/2021).

Baca Juga: Soal Menteri-menteri Diduga Terlibat Bisnis PCR, Partai Ummat: Jokowi Harus Mundur!

"Kan PCR dibutuhkan salah satunya karena diwajibkan oleh pemerintah untuk perjalanan," sambungnya.

Sementara Stafsus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menyoroti Agus yang hanya "menyerang" Erick Thohir, padahal ada pemegang saham lain di PT GSI yang porsinya lebih besar.

"Misalnya kalau pelaku usaha swasta GSI, Prodia, atau Bumame, dia dirasa mendapat keuntungan yang terlalu tinggi atau persaingan usaha yang tidak sehat, atau perpajakan yang perlu didorong, ya peran anda disitu, jangan ikutan bikin PT!," jawab Agus.

"Badan hukumnya PT, tujuan PT itu mencari laba, itu tidak bisa dibantah!," tegasnya.

Agus menegaskan ini bukan perkara berapa besar kedua menteri ini mendapatkan bagian dalam bisnis PCR PT GSI, melainkan konflik kepentingan yang nyata antara pemerintah dan pebisnis PCR.

Baca Juga: Eks Direktur YLBHI Desak BPK dan KPK Periksa Dugaan Bisnis Tes PCR Luhut dan Erick Thohir

"Kalau dia bilang tidak ada wewenang langsung dari Luhut dan Erick, ya tidak bisa, kita melihatnya dari kacamata good government, bahwa konflik of interest antara para aktor itu bisa terjadi secara kasat mata maupun tidak kasat mata, kita tidak tahu apa yang diperbincangkan di meja makan antara LBP dan direksi Toba, kan kita tidak tahu," jelasnya.

Agus kemudian meminta Presiden Joko Widodo untuk segera melakukan reshuffle kabinet, khususnya Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri BUMN Erick Thohir.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga harus segera bergerak memeriksa sejumlah bisnis tes Covid-19.

Luhut dan Erik

Sebelumnya, Agus mengungkapkan Luhut dan Erick Thohir diduga berafiliasi dengan bisnis tes Covid-19 baik PCR maupun Antigen di PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI).

Dia menjabarkan, salah satu pemegang saham PT GSI adalah PT Toba Bumi Energi dan PT Toba Sejahtra, anak PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) yang 10 persen sahamnya dimiliki oleh Luhut.

Selain itu, PT GSI juga dimiliki oleh PT Yayasan Adaro Bangun Negeri yang berkaitan dengan PT Adaro Energy Tbk (ADRO), 6,18 persen sahamnya dimiliki Boy Thohir yang tak lain adalah saudara dari Erick Thohir.

"Itu semua jelas bisnis. Badan hukumnya saja PT. Tujuan PT adalah laba! Ingat, bukan masalah orang dilarang berbisnis tapi lihat dulu posisi siapa yang berbisnis. Sangat tidak bermoral menjadikan jabatan publik sebagai pintu masuk untuk berbisnis memanfaatkan masa pandemi yang menyusahkan rakyat," tegas Edy.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan juga menduga sedikitnya ada lebih dari Rp23 triliun perputaran uang dalam bisnis tes PCR di Indonesia, dengan total potensi keuntungan yang didapatkan adalah sekitar Rp 10 triliun lebih.

Koalisi masyarakat sipil ini terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Lokataru, dan LaporCovid-19.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI