Suara.com - Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menyebut seharusnya masa karantina bagi pelaku perjalanan internasional bisa dihapuskan, dengan peraturan sangat ketat.
"Sebetulnya bahkan bisa tanpa karantina, karena seperti diterapkan di Skandinavia atau Thailand, tapi dengan kriteria yang ketat," kata Dicky saat dihubungi, Rabu (3/11/2021)
Dicky menjelaskan, setiap negara asal pelancong harus memenuhi 3 kriteria antara lain masuk dalam kategori transmisi level 1 atau 2 dari WHO, tes positivity rate di bawah 1 persen, dan vaksinasi di negaranya sudah mencapai 70 persen.
"Ini yang membuat kondisi negara asalnya itu menjadi sangat rendah risiko," ucapnya.
Baca Juga: Pemerintah Pangkas Masa Karantina Pelaku Perjalanan Internasional, Ini Alasannya
Selain itu, para pelancong juga diwajibkan untuk sudah divaksinasi dosis lengkap dan tes PCR sebelum berangkat dan sesampainya di Indonesia.
"Travelers-nya dia harus tervaksinasi penuh setidaknya enam bulan pasca suntikan kedua, tidak bergejala, tidak kontak erat, PCR-nya negatif baik saat berangkat dan sampai, itu bisa tidak karantina," jelasnya.
Dicky juga menyoroti kebijakan Indonesia yang membuka pintu masuk turis asing dari 19 negara, pemilihan negara-negara ini disebutnya tidak berdasarkan pertimbangan yang tepat.
"Kebijakan indonesia dengan 19 negara itu masih mix, 3 kriteria yang saya sebutkan tadi itu belum diterapkan, ada yang kategorinya relatif rawan seperti Hungaria dan iIndia juga," jelasnya.
Daftar 19 negara yang diizinkan tersebut ialah Saudi Arabia, United Arab Emirates, Selandia Baru, Kuwait, Bahrain, Qatar, China, India, Jepang, Korea Selatan, Liechtenstein, Italia, Perancis, Portugal, Spanyol, Swedia, Polandia, Hungaria, dan Norwegia.
Baca Juga: Kembali Berubah, Masa Karantina Wisatawan dari Luar Negeri Kini Hanya 3 Hari
"Nah ini bukan masalah kita tidak ada karantina atau karantina sebentar, karena bicara situasi saat ini adalah trust keamanan kualitas skrining kita dan di dalam negeri sendiri," terang Budi.