Suara.com - Komnas HAM mencatat sekitar 500 petugas Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS meninggal dunia saat bertugas maupun pasca bertugas pada Pemilu 2019 lalu. Hal itu harus menjadi catatan penting hak asasi manusia pada Pemilu 2024.
"Tingkat kematian petugas KPPS ketika itu sempat menjadi isu yang sangat panas, karena ada ratusan yang meninggal dunia. Nah ini tentu jadi catatan penting saya kira kaitannya dengan hak hidup dalam konteks hak asasi manusia," Koordinator Subkomisi Penegakkan HAM Komnas HAM RI Hairansyah dalam sebuah diskusi publik secara virtual, Senin (1/11/2021).
Menurut Hairansyah, tidak ada pihak yang pernah menyatakan bahwa menjadi petugas Pemilu terutama KPPS adalah tugas yang bisa mematikan. Pasalnya, kata Hairansyah, rangkaian kerja petugas Pemilu bersifat rutin dan dapat diukur.
Masalah yang serius dari petugas KPPS yaitu sistem manajemen kerja yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan. Selain itu, menurut temuan Komnas HAM mengenai petugas PPKS meninggal, yakni pertama karena penurunan syarat kesehatan.
Baca Juga: Ada Wacana Napi Korban Kebakaran Lapas Tangerang Dipulihkan, Ini Respon Kemenkumham
"Kami menyadari bahwa menjadi penyelenggara pemilu itu tidak mudah," ujarnya.
Kedua, adanya faktor yang mempengaruhi sebelum pelaksanaan pemungutan suara. Yakni bagaimana ketegangan- ketegangan yang muncul.
"Kemudian banyak sekali proses politik yang menguras pikiran dan tenaga melalui media sosial, melalui pembicaraan dan seterusnya.
Termasuk kepada penyelenggara yang kemudian menimbulkan ketegangan tersendiri," tuturnya.
Di sisi lain, kata Hairansyah, soal keterlambatan logistik dan ketegangan politik yang demikian tinggi.
Ia mencontohkan keterlambatan logistik yang terjadi di Kalimantan Timur. Beberapa logistik baru datang di H atau tak beberapa lama dari proses pemungutan suara. Sehingga berdampak pada kecemasan dan keresahan petugas saat pemungutan suara.
Baca Juga: Hilangkan Status Napi, Komnas HAM Minta Nama Korban Kebakaran Maut LP Tangerang Dipulihkan
"Petugas dibuat menjadi resah dan cemas. Petugas itu menjadi cemas karena dia dituntut untuk di satu sisi ada persaingan
politik yang cukup tinggi luar biasa. Tapi di sisi lain juga dia harus menghadapi secara administrasi mempersiapkan itu termasuk
membangun tempat pemungutan suara," kata Hairansyah.
"Misalkan ada yang dilakukan swadaya dan kemudian tempat yang tidak memadai. Sehingga memang jaminan kesehatan bagi mereka
menjadi penting dalam rangka untuk memastikan itu. Terutama ketika bicara soal kelompok perempuan, disabilitas yang
jadi petugas di dalam pemungutan suara pilpres," sambungnya.