AJI Desak Komisi Yudisial Awasi Persidangan Kasus Kekerasan Jurnalis Nurhadi

Senin, 01 November 2021 | 22:32 WIB
AJI Desak Komisi Yudisial Awasi Persidangan Kasus Kekerasan Jurnalis Nurhadi
Sidang perdana kasus kekerasan jurnalis Tempo Nurhadi [Foto: Dokumentasi]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggelar audiensi dengan Komisi Yudisial (KY) yang diwakili oleh Komisioner KY Sukma Violetta pada Senin, (1/11/2021) hari ini. 

Audiensi tersebut membahas kasus penganiayaan yang menimpa jurnalis Tempo, Nuhadi di Surabaya pada 27 Maret 2021 lalu.

Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim mengatakan, bahwa kasus kekerasan terhadap Nurhadi dengan dua terdakwa anggota kepolisian, yaitu Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi telah dibawa ke meja hijau. Proses persidangan itu kekinian tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya.

Sasmito menyampaikan, proses peradilan perkara tersebut memberikan rasa keadilan bagi korban. Karena itu, kasus tersebut telah mencederai demokrasi dan kebebasan pers di tanah air.

Baca Juga: Pentingnya Jurnalis Terampil Menghadapi Proses Persidangan

“AJI meminta Komisi Yudisial melakukan pengawasan selama proses persidangan agar transparan dan berkeadilan,” kata Sasmito dalam siaran persnya.

Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Erick Tanjung turut mempertanyakan keputusan majelis hakim PN Surabaya yang tidak menahan kedua terdakwa.

Tanpa penahanan, lanjut Erick kedua terdakwa menjadi ancaman bagi korban, mengingat korban mengalami trauma atas penganiayaan tersebut.

Tidak hanya itu, lanjut Erick, Nurhadi hingga saat ini masih dalam pengawasan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Pasalnya, sejak proses penyidikan di Polda Jawa Timur, kedua pelaku tidak pernah ditahan. Mereka juga tidak pernah diberi sanksi di internal kepolisian.

Baca Juga: Fakta Sidang Kasus Jurnalis Tempo, Nurhadi: Kabel di Leher, Pipa Besi di Kepala Saya

Begitu pula saat perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, hingga kini ini Purwanto dan Firman bebas berkeliaran sebagai seorang terdakwa.

"Kami sangat menyesalkan keputusan majelis hakim yang tidak menahan kedua pelaku," papar Erick.

Sukma Violetta selaku komisioner KY mengatakan, pihaknya telah menerima pengaduan AJI dan akan terus melakukan pemantauan proses persidangan perkara kekerasan jurnalis Nurhadi. Menurut dia, KY sesuai dengan kewenangannya menerima pengaduan dari masyarakat untuk melakukan pemantauan proses peradilan.

"Terutama perkara-perkara yang mempunyai dampak besar terhadap masyarakat. Kalau wartawan saja diperlakukan seperti itu, bagaimana dengan warga biasa,” kata Sukma.

“Kami punya penghubung KY di Surabaya. Kami akan memantau proses persidangan perkara kekerasan jurnalis tersebut dalam rangka menjaga independensi hakim dalam memeriksa dan memutus,” sambungnya.

Lebih lanjut, Sukma juga membuka pintu jika dalam proses persidangan dinilai diskriminatif terhadap korban.

Bila ditemukan pelanggaran selama proses persidangan, nantinya KY berwenang untuk memeriksa hakim.

“Jika nanti selesai persidangan dirasa prosesnya diskriminatif, maka bisa adukan ke kami. Misalnya, korban dikecilkan perannya, tidak dihargai kesaksiannya, dibentak-bentak, dan sebagainya, itu juga bisa dilaporkan ke KY. Dan kami akan memeriksa hakimnya sesuai mekanisme yang ada,” tutup dia.

Nurhadi ialah jurnalis Tempo di Surabaya yang dianiaya sekelompok orang saat menjalankan tugas jurnalistik di di Gedung Samudra Bumimoro.

Di gedung tersebut berlangsung resepsi pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji, bekas Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu yang, serta anak Kombes Pol Ahmad Yani, mantan karo Perencanaan Polda Jatim.

Di gedung Samudra Bumimoro itu, Nurhadi berencana meminta keterangan terkait kasus dugaan suap yang dilakukan oleh Angin Prayitno Aji. Kedatangan Nurhadi ke lokasi rupanya membuat marah para pelaku yang berjumlah belasan orang.

Mereka kemudian menganiaya Nurhadi lalu merusak sim card di ponsel miliknya serta menghapus seluruh data dan dokumen yang tersimpan di ponsel tersebut.

Setelah peristiwa itu, Nurhadi melaporkan kasus tersebut ke Polda Jatim dengan didampingi Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis yang beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, KontraS, LBH Lentera, LBH Pers, dan LBH Surabaya.

Penyidik pun akhirnya menjerat dua tersangka dengan pasal 18 ayat 1 UU Pers, subsidair pasal 170 ayat 1 KUHP, subsidair Pasal 351 ayat 1 KUHP, dan subsidair pasal 355 ayat 1 KUHP.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI