Suara.com - Mantan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah, Taufik Rahman membongkar jejak Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dalam perkara suap pengurusan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN P Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2017.
Hal tersebut disampaikan Taufik saat dihadirkan sebagai saksi dalam perkara suap penangana perkara di KPK dengan terdakwa eks Penyidik KPK dari unsur Polri AKP Stepanus Robin Pattuju.
Berawal saat Jaksa KPK menanyakan Taufik, apakah pernah diperiksa penyidik KPK untuk penanganan perkara suap DAK di Lapung Tengah. Ia mengaku memberikan keterangan pada Juli 2017 dan Maret tahun 2020.
"Dua kali. Pertama sekitar bulan Juli 2017, kedua tahun 2020 bulan Maret," kata Taufik di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (1/11/2021).
Baca Juga: Di Sidang, Saksi Cerita Berikan Duit Rp 2 Miliar ke Orang Kepercayaan Azis Syamsuddin
Taufik mengungkapkan bahwa memang Pemkab Lampung Tengah saat itu, pada April 2017 mengajukan proposal dana alokasi khusus untuk APBD P 2017 ke Pemerintah Pusat. Saat itu, kata Taufik, ia yang menyiapkan proposal terkait pemintaan anggaran tersebut yang diperintah oleh bekas Bupati Lampung Tengah Mustafa, yang kini sudah menjadi terpidana dalam kasus tersebut.
Kemudian, Jaksa KPK langsung mencecer pertanyaaan kepada Taufik, apakah mengenal Azis Syamsuddin. Awalnya, Taufik mengaku belum mengenal Azis. Namun, Taufik akhirnya mengenal Azis pada 2017 lalu. Saat itu, Taufik berkenalan melalui Edi Sujarwo yang merupakan orang kepercayaan Azis.
"Waktu saya diajak oleh Edi Sujarwo di bulan Juli 2017 untuk bertemu pak Azis," ucap Taufik.
Lebih lanjut, Taufik pun kembali dicecar Jaksa KPK apakah mengenal Aliza Gunado yang merupakan kader partai Golkar. Taufik pun mengaku kenal dengan Aliza melalui seorang konsultan pihak swasta bernama Darius yang merupakan temannya di Lampung Tengah.
Setelah mengajukan proprosal anggaran DAK untuk Lampung Tengah, Taufik pun mengaku ditemui Darius. Di mana, Taufik diberikan informasi oleh Darius bahwa ada orang di Jakarta bisa membantu dalam mengurus DAK Lamteng bernama Aliza Gunado. Hingga akhirnya, Taufik bertemu dengan Aliza pada Apil 2017 disebuah Cafe di Bandar Lampung.
Baca Juga: Belajar dari Kasus Azis Syamsuddin, TII: Perlu Adanya Reformasi Parpol di Indonesia
"Saat bertemu, dia beritahu kalau Lamteng mau dapat tambahan DAK harus ajukan proposal ke Kemenkeu, Pu, Bappenas, dan DPRD termasuk Banggar," kata Taufik menirukan pertemuannya dengan Aliza.
Dalam kesempatannya itu, kata Taufik, Aliza memperkenalkan diri juga sebagai orang kepercayaan Azis Syamsuddin. Sehingga untuk mengurus DAK untuk Lampung Tengah bisa melalui dirinya tersebut.
"Dia bilang ajukan proposal lewat dia," jawab Taufik.
Hingga akhirnya pun, kata Taufik, ia mengurus proposal anggaran DAK Lampung Tengah melalui Aliza. Dan bertemu Aliza di Gedung DPR RI, Jakarta.
"Setelah proposal selesai saya bawa ke Jakarta bersama Kabid-kabid saya bertemu dengan Aliza di Gedung DPR," ucap Taufik.
Taufik menyebut pengajuan proposal anggaran DAK saat itu untuk Lampung Tengah sebear Rp300 Miliar.
Jaksa KPK pun kembali mendalami. Siapa Aliza Gunado hingga akhirnya Taufik mengajukan anggaran DAK melalui Aliza.
"Di DPR, Aliza apa pekerjaannya?" kembali tanya Jaksa KPK.
Kemudian, saksi Taufik pun menyebut bahwa ia ketemu Aliza di DPR saat itu diketahuinya sebagai staf ahli dari anggota MPR. Ia, pun juga mengaku kembali sebagai orang kepercayaan Azis Syamsuddin. Saat menyerahkan anggaran proposal kepada Aliza. Kata, Taufik, menurut Aliza anggaran sebesar Rp300 miliar terlalu besar.
"Jadi dia minta tolong bikin proposal lagi yang besaran proposal sekitar Rp130-an Miliar," kata Taufik.
Hingga akhirnya, Taufik pun kembali pulang ke Lampung Tengah. Sekaligus, melaporkan kepada Bupati Mustafa bahwa dirinya telah bertemu orang kepercayaan Azis bernama Aliza Gunado.
Mendengar nama Aliza, Bupati Mustafa ternyata tak mengenal nama Aliza. Yang diketahui, Mustafa bahwa orang kepercayaan Azis, yakni Edi Sujarwo. Selanjutnya, Taufik pun akhirnya bertemu dengan Edi Sujarwo di sebuah rumah di Lampung Tengah. Edi Sujarwo menyebut memang Aliza Gunado adalah orang kepercayaan Azis.
"Pak Jarwo kasih tahu dia orang yang tepat. Seminggu kemudian pak Jarwo menghubungi dia bisa mempertemukan dengan pak Azis," kata Taufik.
Hingga akhirnya, pun Taufik bersama rombongan berangkat ke Jakarta pada 20 Juli 2017, dengan tujuan untuk bertemu dengan Azis Syamsuddin agar proposal pengurusan DAK Lampung Tengah bisa disetujui.
Kemudian, kata Taufik, ia diminta menyiapkan uang sebesar Rp 200 juta oleh Edi Sujarwo. Di mana, sebagai uang proposal tersebut.
"Pak Jarwo sudah pesan kami disuruh menyiapkan uang proposal besarannya Rp 200 juta," kata Taufik.
Uang itu, kata Taufik, sebesar Rp200 juta dimasukan kedalam kantong plastik hitam yang diserahkan kepada Edi Sujarwo setelah sampai di Jakarta. LEbih lanjut, Taufik pun beserta rombongan pejabat Lamteng menginap di sebuah hotel di Jakarta.
Hingga mala harinya, kata taufik, ia diajak oleh Edi Sujarwo untuk mendatangi sebuah cafe milik Azis bernama Vios Cafe. Di mana, kata Taufik, Cafe itu dikelola oleh adik dari Azis Syamsuddin.
"Yang kelola adiknya pak Azis namanya Vio. Sekitar jam 9 malam. Kata pak Jarwo mau bertemu pak Azis tapi ternyata sampai sana, kami lihat di TV ada siaran rapat anggaran DPR masalah APBD P. Pak Azis mewakili apa gitu, pak Azis waktu itu ketua banggar DPR," ucap Taufik.
Taufik mengira Azis tak akan datang menemuinyakarena rapar di DPR tersebut. Sehingga, Edi Sujarwo pun menemui Vio adik dari Azis dan memberikan uang Rp200 juta terkait proposal anggaran DAK tersebut.
"Terus pak Jarwo masuk ke dalam menemui Vio itu terus dia keluar. Kasih tahu ke saya, uang proposalnya telah diserahkan ke Vio," ucap Taufik.
Taufik bersama Edi Sujarwo masih menunggu di Cafe tersebut hingga tengah malam menanti Azis. Namun, Azis ternyata tak kunjung datang.
"Akhirnya kami balik lagi ke hotel, terus lanjut besoknya tanggal 21 saya dan Darius diajak pak Jarwo langsung ke Gedung DPR untuk menemui pak Azis," katanya.
Saat di gedung DPR, akhirnya Taufik bersama Edi Sujarwo bertemu dengan Azis setelah menunggu sekitar 30 menit. Kemudian, Edi Sujarwo pun mengatakan ada tamu dari teman-teman Lamteng.
"Terus pak Jarwo menyampaikan ke pak Azis ini pak ada temen-temen dari Lampung Tengah. Waktu itu saya mau ngomong banyak, tapi pak Azis bilang Lampung Tengah ya? Iya, pak. Masalah DAK. Pak Jarwo yang jawab," kata dia.
Taufik menyebut Azis mengatakan bahwa anggaran DAK Lampung Tengah didapat sebesar Rp 25 miliar.
"Dapet kayaknya kalau nggak salah Rp25 Miliar," ucap Taufik mengulang ucapan Azis saat itu.
Kembali Jaksa KPK mencecar Taufik, apakah Azis menyebut angka Rp25 miliar dengan mengeluarkan catatan atau apa ?" tanya Jaksa KPK.
Jawaban Taufik, bahwa Azis mengeluarkan sebuah catatatn bahwa LAmpung Tengah mendapatkan anggaran DAK sebesar Rp25 miliar.
"Pak Azis itu ngeluarin catatan dari kantong, dia bilang kayaknya ada ini Lampung Tengah Rp25. Nah, waktu itu, apa gak bisa ditambah lagi? Oh ini uda tinggal ketok palu. Karena masih ada rapat pak Azis pergi, kami pulang. Pas di jalan, pak Jarwo kasi tahu Lamteng dapat 25," kata Taufik.
Setelah bertemu Azis, Taufik pun kembali ke Hotel tempat mereka menginap. Ia mengaku ditelepon oleh Aliza hingga akhirnya bertemu di hotel Borobudur, Jakarta. Di mana, saat itu, kata Taufik, Aliza agak emosi. Ia, mengaku kesal kenapa untuk mengurus anggaran DAK melalui Edi Sujarwo.
"Ketemu agak emosi. Kenapa kok awal ketemu Aliza terus di tengah jalan ganti orang sama Jarwo," kata Taufik
Taufik pun menjelaskan atas perintah Bupati Mustafa. Ia, diminta untuk bertemu Edi Sujarwo. Lebih lanjut, kata Taufik, Aliza menjelaskan bahwa Edi Sujarwo adalah pihak yang mengurus persoalan lapangan.
"Kalau kata Aliza pak Jarwo itu orang lapangan dia gak ngerti masalah gini. Kalau masalah gini, masalah yang agak teknis ini urusan saya," ucap Taufik meniru Aliza,
Jaksa KPK pun kembali mencecar Taufik, apakah ada pembicaraan terkait urusan uang.
"Enggak spesifik menyebut uang. Intinya itu. Saya bilang saya nggak ikut-ikut, selesaikan ajalah antara pak Aliza dengan pak Jarwo. Setelah itu pulang," ucap Taufik.
Lebih lanjut, kata Taufi, Aliza dan Edi Sujarwo bertemu berdua membahwas terkait anggaran DAK Lamteng yang sudah diketok palu turun sebesar Rp25 miliar. Dimana, saat itu, Taufik diminta untu memberikan komitmen setelah DAK tersebut cair untuk Lamteng.
"Intinya mereka sudah berhasil kasi lokasi DAK Lamteng. Mereka bilang intinya mana komitmennya," ucap Taufik.
Kemudian, kata Taufik, waktu itu ia menyebut uangnya belum ada terkait komitmen fee. Dimana saat itu, kata Taufik, melalui Aliza meminta ada komitmen fee 8 persen saat pertama kali untuk mengurus DAK Lamteng di cafe Paviliun.
"Waktu ketemu Aliza dikasi tahu bahwa dia bisa membantu mengurus DAK itu terus ada komitmen fee 8 persen," ucap Taufik.
Selanjutnya, Jaksa mencecar Taufik berapa 8 persen komitmen fee dari Rp25 miliar yang cair dari DAK Lampung Tengah.
"Ketemu Rp25 miliar saya sampaikan Rp2 miliar (fee tersebut)," ucap Taufik.
Taufik mengaku setelah adanya fee Rp2 miliar. Ia, mengaku menyiapkan untuk diberikan. Namun, uangnya belum cukup. Sehingga, waktu itu terkumpul sebesar Rp1,1 miliar.
Uang tersebut disebagian didapat Taufik, dari rekanan proyek. Berjumlah Rp600 juta. Kemudian, ada pula meminjam dari Darius selaku konsultan. Selanjutnya, ada uang dari pinjaman teman-teman pejabat dinas pemkab Lamteng.
"Temen-temen ini yang menyerahkan ke Aliza," imbuhnya
Dalam dakwaan Jaksa KPK, Stepanus menerima suap mencapai Rp11.025.077.000,00 dan 36 ribu USD. Stepanus dalam mengurus perkara sejumlah pihak dibantu oleh Advokat Maskur Husein yang kini juga sudah menjadi terdakwa.
Sejumlah uang suap yang diterima Stepanus di antaranya yakni dari, Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M. Syahrial mencapai Rp1.65 miliar.
Kemudian, dari Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado sejumlah Rp3.009.887.000,00 dan USD 36 Ribu.
Selanjutnya, dari terpidana eks Wali Kota Cimahi Ajay M Priatna sebesar Rp507.390.000,00. Kemudian dari Usman Efendi sebesar Rp 525 juta serta terpidana korupsi eks Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari sebesar Rp 5.197.800.000,00.
"Telah melakukan atau turut serta beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis menerima hadiah dan janji berupa uang berjumlah keseluruhan Rp11.025.077.000,00 (sebelas miliar dua puluh lima juta tujuh puluh tujuh ribu rupiah) dan 36 ribu USD atau setidak-tidaknya sejumlah itu," kata Jaksa Lie Putra Setiawan dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (13/9/2021).
Stepanus didakwa melanggar pasal 5 angka 4 dan 6 Undang Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, dan Pasal 37 Juncto Pasal 36 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tipikor.