Suara.com - Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta melakukan evakuasi penyelamatan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) batu penggilingan buatan abad ke-18 bersama Pusat Konservasi Cagar Budaya dan Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Timur.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana, mengatakan ODCB batu penggilingan yang diperkirakan berusia ratusan tahun tersebut ditemukan di trotoar Jalan TB. Simatupang, Gedong, Pasar Rebo, Jakarta Timur, lalu dievakuasi ke Balai Budaya Condet agar pengawasannya lebih optimal.
"Ini merupakan upaya pelindungan dan penyelamatan agar objek lebih terlindungi, karena selama ini berada di trotoar jalan yang rentan rusak, baik karena cuaca atau tindakan vandalisme," ujar Iwan, Sabtu (30/10/2021).
Lebih lanjut, Iwan mengatakan, selain ditemukan di Jalan TB. Simatupang, ODCB batu penggilingan juga ditemukan di Kelurahan Gedong, Kecamatan Pasar Rebo, dan Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.
Baca Juga: Ombudsman Periksa Sejumlah Instansi Pemprov DKI soal Ganti Rugi Warga Rusun Petamburan
Di wilayah Kelurahan Penggilingan, Iwan menyebut terdapat lima batu penggilingan ditemukan. Selanjutnya, batu penggilingan akan dikonservasi melalui pembersihan dan dilakukan beberapa perbaikan bagian objek yang mengalami kerusakan.
Iwan menambahkan, pihaknya akan memberikan narasi yang berisi keterangan terkait sejarah batu penggilingan. Sehingga, masyarakat yang datang ke Balai Budaya Condet dapat mengetahui sejarah dan cerita dari batu tersebut.
Selain diletakkan di Balai Budaya Condet, saat ini salah satu batu penggilingan lainnya juga berada di Museum Sejarah Jakarta.
Untuk diketahui, batu penggilingan merupakan alat pengolah tebu yang diperkirakan digunakan pada abad ke-17-18 Masehi.
Dalam tulisan Haan (1935: 323-324), terdapat istilah suikermolen yang berarti pabrik pembuatan gula. Pada abad ke-18, istilah pabrik pembuatan gula ini merujuk pada pabrik gula dengan peralatan tradisional sederhana yang menggunakan batu untuk menggiling tebu.
Baca Juga: Janji Ganti Rugi Belum Dipenuhi, Warga Rusun Petamburan Adukan Pemprov DKI ke Ombudsman
Pada masa itu, gula menjadi salah satu komoditas penting untuk perdagangan di dunia. Batavia adalah salah satu daerah penghasil gula, di mana hasilnya diekspor ke Cina dan Jepang.
Produksi gula di Batavia dilakukan oleh orang-orang Cina yang bermukim di wilayah Pecinan.
Menyadari produksi gula memberikan keuntungan, VOC akhirnya membuat ketetapan bahwa gula di Batavia wajib dijual kepada VOC, tidak boleh diperjualbelikan kepada pihak lain. Bahkan, VOC yang menentukan harga gula.
Tahun 1710 adalah puncak kejayaan produksi gula di Batavia, di mana terdapat 130 pabrik pembuat gula yang dimiliki oleh orang Cina, dengan sebagian besar berada di sekitar Sungai Ciliwung.
Namun, setelahnya, produksi gula mengalami penurunan yang ditandai dengan berkurangnya pabrik gula. Pada tahun 1738, terdapat 80 pabrik gula. Kemudian, di tahun 1750, terdapat 66 pabrik gula. Lalu, pada tahun 1786, hanya terdapat 44 pabrik gula.
Batu penggilingan biasa disebut warga setempat sebagai batu kiser. Setelah menurunnya produksi tebu di Batavia dan keluarnya orang-orang Cina dari Batavia pada tahun 1740, mereka mulai mendirikan bentengan-bentengan dengan pagar tinggi yang selanjutnya disebut Cina Benteng. Salah satunya, mulai membuat pabrik penggilangan tebu untuk dijadikan gula pasir di wilayah Cakung.
Asal usul nama Kampung Penggilingan juga berasal dari batu penggilingan tersebut. Dahulunya, nama kampung ini adalah Kampung Cakung yang terkenal dengan sebutan Kampung Gula.
"Kami sangat berterima kasih atas bantuan dan kerja sama Sudin Bina Marga Jakarta Timur, Sudin Penanggulangan Kebakaran Jakarta Timur, Kelurahan Gedong, dan pihak-pihak terkait, sehingga proses evakuasi dapat berjalan lancar," katanya.