Suara.com - Peristiwa meninggalnya seorang mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) di Solo, Jawa Tengah, saat mengikuti pendidikan dan latihan dasar Resimen Mahasiswa (Menwa), berbuntut pada desakan agar keberadaan Menwa dibubarkan dari seluruh universitas di Indonesia.
Pengamat pendidikan, Doni Koesoema, menilai unit kegiatan mahasiswa berbau militer itu sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini yang mengutamakan inovasi.
Adapun pihak UNS telah membentuk tim evaluasi yang nantinya akan memberikan rekomendasi apakah Menwa akan dibubarkan atau tidak.
Baca juga:
Baca Juga: Tragedi Menwa UNS Solo, Polisi Sebut Gilang Meninggal Sebelum Sampai di Rumah Sakit
- Kematian taruna ATKP Makassar, momentum hapus gaya pendidikan semi-militer?
- 'Komcad' dikhawatirkan untuk hadapi 'ancaman domestik', dan bagaimana 'mengontrol' sepak terjangnya?
- Pemerintah Indonesia ingin pendidikan militer masuk perkuliahan, pegiat sebut 'upaya untuk bungkam sikap kritis'
Tuntutan untuk membubarkan Resimen Mahasiswa (Menwa) muncul menyusul meninggalnya Gilang Endi Saputra saat mengikuti pendidikan dan latihan dasar atau Diklatsar di kawasan Jembatan Jurug, pada Minggu (24/10).
Sejumlah mahasiswa Universitas Sebelas Maret menyalakan 100 lilin di area kampus sebagai bentuk solidaritas untuk Gilang. Mereka mendesak kampus segera membubarkan Korps Mahasiswa Siaga Batalyon 905 Jagal Abilawa (nama resmi Menwa UNS).
Kepolisian Jawa Tengah mengungkapkan, penyebab meninggalnya mahasiswa semester tiga itu diduga akibat kekerasan berupa pemukulan di kepala sehingga terjadi penyumbatan di bagian otak.
Pengamat pendidikan, Doni Koesoema, menyebut kekerasan dalam kegiatan Menwa merupakan persoalan "laten" karena berulang kali terjadi.
Karena itulah, menurutnya, Mendikbud-Ristek, Nadiem Makarim, harus bertindak cepat dengan mengeluarkan peraturan yang berisi pembubaran Menwa.
Baca Juga: Petisi Bubarkan Menwa UNS Solo Menggema, 13 Ribu Orang Mendukung
Sebab selain menimbulkan korban jiwa, Menwa juga dianggap sudah tidak relevan lagi dengan iklim akademik yang mengutamakan inovasi.
Juru bicara Kemendikbudristek, Anang Ristanto, mengatakan Ditjen Diktiristek telah berkoordinasi dengan pimpinan UNS untuk mendukung penyelidikan dari kepolisian untuk mengetahui penyebabnya.
"Gunanya Menwa saat ini apa di kampus? Nggak ada. Sudah ada sekuriti atau satpam. Kalau mau ya dibubarkan dan kalau ada mahasiswa mau ikut program komponen cadangan strategis harus dilatih sembilan bulan dan dilatih oleh orang yang profesional, bukan sembarangan," ujar Doni kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (27/10).
"Menteri Nadiem Makarim harusnya ambil tindakan. Karena dia kan zero tolerance terhadap kekerasan. Maka harus membubarkan Menwa secepatnya," tegasnya.
Menwa saat lampau
Keberadaan Menwa di kampus-kampus di Indonesia, kata Doni, pertama kali dibentuk oleh AH Nasution yang kala itu dilatih secara militer seperti menggunakan senjata, taktik pertempuran, survival, bela diri militer, dan penyamaran.
Menwa saat itu, imbuhnya, dipersiapkan sebagai salah satu komponen pertahanan sipil dan pernah menjadi bagian dari tim sukarelawan yang dikirim ke Papua.
Tapi di era Orde Baru --seiring dengan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) --yang melarang mahasiswa melakukan kegiatan bernuansa politik-- keberadaan Menwa berubah menjadi "sumber informasi bagi penguasa," kata Doni.
"Era Orde Baru semua dikontrol, termasuk kampus. Menwa tujuannya untuk menjaga, mengendalikan, dan menjadi informan penguasa. Sehingga begitu ada gerakan demonstrasi anti-pemerintah langsung dihentikan atau dicegah oleh Menwa."
"Menwa ini semi-militer untuk kepentingan sipil, mengawasi kegiatan kampus."
Meski saat ini Menwa berada di bawah kewenangan rektorat, tapi pihak kampus tidak betul-betul mengawasi kegiatan unit kegiatan mahasiswa tersebut.
Dalam kasus meninggalnya mahasiswa di UNS, ia menilai pihak rektorat tidak bisa lepas tangan.
"Diklat dilakukan atas nama kegiatan kampus dan enggak ada sistem kontrol. Izin kegiatan, ada. Tapi siapa penanggung jawab dari kampus kalau ada kejadian gini?"
Universitas Sebelas Maret bentuk tim untuk tentukan nasib Menwa
Direktur Reputasi Akademik dan Kemahasiswaan UNS, Sutanto, mengatakan pihak kampus telah membentuk tim evaluasi untuk mengumpulkan data serta kronologi meninggalnya Gilang Endi Saputra.
Tim itu terdiri dari sejumlah perwakilan fakultas hukum, pembina organisasi mahasiswa, dan administrasi. Nantinya mereka akan merekomendasikan apakah Menwa UNS akan dibubarkan atau tidak.
"Kita batasi memang secepatnya untuk kemudian mudah-mudahan bisa mendahului pihak kepolisian untuk segera mendapatkan hasil evaluasi.
"Hasil evaluasi itu akan memberikan rekomendasi kepada pimpinan untuk kemudian menjatuhkan sanksi apa yang pantas untuk ormawa yang melanggar aturan yang sudah ditetapkan oleh universitas," imbuh Sutanto seperti yang dilaporkan wartawan Fajar Sodiq, Rabu (27/10).
Saat ini, kata dia, kegiatan tim Menwa sudah dihentikan sementara. Kantor unit kegiatan mahasiswa itu pun sudah ditutup untuk "mengamankan barang bukti."
Sutanto mengakui adanya kegiatan fisik dalam organisasi kemahasiswaan tersebut. Bahkan tidak cuma di Menwa, pelatihan serupa juga terjadi di Mapala UNS.
Itu mengapa pihak kampus, sambungnya, akan mengevaluasi kegiatan kemahasiswaan yang identik dengan kegiatan fisik.
"Kita akan segera melakukan evaluasi. Minggu ini sudah kita jadwalkan untuk melakukan evaluasi keseluruhan kegiatan ormawa baik yang fisik maupun nonfisik. Kalau yang [fisik] kami tahu itu di Mapala dan Menwa. Setiap kali ada perekrutan ada training-training fisik seperti itu."
Adapun Wakil Rektor UNS Bidang Akademik Kemahasiswaan, Ahmad Yunus, berkata pihak kampus memutuskan untuk membatalkan kegiatan Diklatsar Mapala UNS menyusul peristiwa tewasnya Gilang Endi Saputra.
"Nah ini yang akan berlangsung katanya Mapala jadi kita hentikan dulu. Kita konsetrasi untuk menyelesaikan masalah ini dulu," ujar Ahmad Yunus.
Bagaimana peristiwa nahas Diklatsar Menwa UNS terjadi?
Ahmad Yunus mengatakan pada kasus meninggalnya Gilang Endi Saputra, panitia Diklatsar Menwa UNS telah mengirim surat pemberitahuan yang memuat rangkaian kegiatan pelatihan yang dilakukan di area kampus.
Hanya saja, satu kegiatan repling atau menuruni ketinggian dengan tali dilakukan di luar kampus yakni di Jembatang Jurug.
"Kemarin kan perhitungan kita dilakukan di dalam kampus dengan jumlah peserta terbatas dan dengan prokes ketat. Nah untuk repling katanya perlu yang lebih panjang sehingga kalau di dalam kampus tidak ada. Lalu dilakukan di Jurug," kata Ahmad Yunus.
Kegiatan repling itu belakangan ia ketahui tidak masuk dalam laporan yang disampaikan kepada pimpinan universitas.
"Kita juga tidak dikasih tahu panitia ya kalau dikalukan di Jurug itu. Pikiran kita mungkin dekat dengan kampus tidak masalah itu."
https://twitter.com/BEMUNS/status/1452668681754869763
Di lokasi terpisah, Juru bicara Polda Jawa Tengah Iqbal Alqudusy mengatakan penyebab meninggalnya Gilang Endi Saputra akibat tindak pidana kekerasan berupa pemukulan di kepala merujuk pada hasil autopsi sementara.
"Korban meninggal dunia akibat terjadi penyumbatan di bagian otak," jelas Iqbal.
Hingga kini belum ada satupun orang yang dijadikan tersangka, meski polisi telah memeriksa enam saksi yang merupakan panitia kegiatan.
Catatan UNS, insiden meninggalkan mahasiswa saat Diklatsar Menwa pernah terjadi pada 2013.
"Ya kami mendengar info itu pada 2013 itu perjalanan semacam fisik tapi kami saat ini belum mempelajari kasus itu seperti apa dan sudah terselesaikan waktu itu. Tapi saya belum mendapatkan berkas-berkas dokumen," ungkap Direktur Reputasi Akademik dan Kemahasiswaan UNS, Sutanto.
Kasus tersebut, katanya, diselesaikan secara kekeluargaan.
"Karena waktu itu mungkin sudah ada apa ya, antara pihak keluarga dengan pihak panitia Menwa mungkin tidak menjadi permasalahan seperti ini. Kami tidak bisa matur (bicara) karena belum mendapatkan dokumen resminya."
Kasus-kasus tewasnya mahasiswa saat mengikuti Menwa
Selain di Solo, Jawa Tengah, kejadian serupa juga terjadi di Universitas Atmajata, Jakarta, pada Oktober tahun 2015.
Daniel Vicli Pardamean Tambunan, mahasiswa Fakultas Hukum, meninggal setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan dari Resimen Mahasiwa atau Menwa di kampus itu.
Berdasarkan hasil autopsi, Daniel meninggal akibat dehidras dan membuat ginjalnya tak berfungsi dengan baik. Pasalnya ada yang salah dalam tata cara pendidikan dan pelatihan Menwa Atmajaya.
Kemudian pada November 2017, salah satu peserta latihan gabungan Resimen Mahasiswa (Menwa) Universitas Trunojoyo Madura, juga tewas.
Mahasiswa yang tidak disebutkan identitasnya itu merupakan pelajar di Sekolah Tinggi Agama Islam Syaichona Kholil (STAIS) Bangkalan.
Lalu pada Oktober 2019, seorang mahasiswa Muhammad Akbar juga meregang nyawa saat mengikuti kegiatan pra pendidikan dasar Resimen Mahasiswa atau Menwa Universitas Taman Siswa Palembang, Sumatera Selatan.
Dokter Forensik RS Bhayangkara Palembang menemukan adanya tanda kekerasan benda tumpul di alat vital korban sehingga menyebabkan kematian.
Seperti apa tanggapan Kemendikbud-Ristek?
Kemendikbudristek menyatakan penyesalan atas meninggalnya mahasiswa UNS, Gilang Endi Saputra saat mengikuti Diklatsar Menwa.
Melalui pesan singkat kepada BBC News Indonesia, juru bicara Kemendikbudristek, Anang Ristanto, mengatakan Ditjen Diktiristek telah berkoordinasi dengan pimpinan UNS untuk mendukung penyelidikan dari kepolisian untuk mengetahui penyebabnya.
"Kemendikbudristek mengingatkan agar semua pihak dapat bersabar menunggu hasil penyelidikan kepolisian dan tidak terhasut oleh isu yang tidak dapat dipertanggung jawabkan," kata Anang.