Suara.com - Eks Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan angkat bicara terkait laporan dugaan pelanggaran etik terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar disebut-sebut ditolak oleh Dewan Pengawas KPK.
Novel bersama eks Pegawai KPK Rizka Anungnata diketahui melaporkan Lili atas dugaan melakukan komunikasi dengan Darno, salah satu kontestan Pilkada Serentak 2020 di Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara.
"Ada info Dewas tolak laporan saya dan rekan terkait dengan pimpinan KPK," cuit Novel seperti dikutip Suara.com dari akun Twitter pribadinya, @nazaqistsha, Rabu (27/10/2021).
Novel pun menjelaskan bahwa sepatutnya, Dewas KPK memiliki tugas untuk mendalami setiap laporan yang menyangkut insan KPK termasuk Pimpinan KPK sekalipun. Dewas, menurutnya bisa mencari bukti-bukti untuk dikumpulkan, termasuk, meminta bukti kepada pelapor.
Baca Juga: Laporan Novel Ditolak, Sujanarko: Dewas Tak Suka Pimpinan KPK Diadukan
"Tugas Dewas adl pengawasan, dan menelisik pelanggaran pimpinan KPK atau pegawai. Kalau ada laporan Dewas bisa cari bukti sendiri atau minta kepada pelapor buktinya," ucap Novel.
Novel pun menyayangkan tidak dilanjutkannya laporan dugaan etik terhadap Lili. Novel pun bertanya-tanya apakah Dewas KPK mencoba untuk melindungi Lili.
"Kok tolak laporan, mau awasi atau lindungi?" imbuhnya.
Dalih Dewas KPK Tolak Laporan Novel
Sebelumnya, anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris menyebut laporan terhadap Lili dianggap tidak memiliki bukti cukup kuat. Sehingga, Dewas tak dapat melanjutkan proses pelaporan tersebut.
Baca Juga: Sebut Aduan Novel Sumir, Dewas KPK Ogah Lanjutkan Dugaan Pelanggaran Etik Lili Pintauli
"Laporan pengaduan baru diterima Dewas. Tapi materi laporan sumir," kata Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris dikonfirmasi, Jumat (22/10/2021).
Syamsuddin menuturkan dalam laporan ke Dewas KPK, Novel tak menjelaskan dugaan pelanggaran etik apa hingga Lili sampai dilaporkan. Apalagi, kata dia, laporan terhadap insan KPK harus jelas secara fakta dan mempunyai bukti-bukti yang kuat.
"Perbuatan LPS (Lili Pintauli Siregar) yang diduga melanggar etik tidak dijelaskan apa saja. Setiap laporan pengaduan dugaan pelanggaran etik oleh insan KPK harus jelas apa fakta perbuatannya, kapan dilakukan, siapa saksinya, apa bukti-bukti awalnya," ucap Syamsuddin.
Diketahui, Dewas KPK hanya baru memberikan sanksi etik kepada Lili karena terbukti berkomunikasi dengan pihak berperkara, yakni eks Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. Dalam sidang putusan tersebut, Lili diberikan sanksi berat dengan potongan gaji pokok 40 persen selama 12 bulan.
Dalam laporan Novel terhadap Lili ke Dewas KPK menyebutkan ada dugaan keterlibatan Lili dalam perkara di Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara.
LPS terlibat dalam beberapa perkara lain terkait dengan perkara Labuhanbatu Utara yang saat itu juga kami tangani selaku penyidiknya," kata Novel melalui keterangan, Kamis (21/10).
"Dimana dugaan perbuatan saudara LPS saat itu adalah berkomunikasi dengan salah satu kontestan pilkada serentak Kabupaten Labuhanbatu Utara yaitu Darno," Novel menambahkan.
Dalam proses itu, kata Novel, Darno meminta agar Lili Pintauli secepatnya melakukan eksekusi penahanan terhadap Bupati Labura yang saat itu sudah ditetapkan tersangka oleh KPK yakni bernama Khairudin Syah. Di mana, anak dari Khairudin Syah saat itu tengah maju dalam pilkada serentak 2020. Yakni calon kepala daerah untuk melawan Darno. Dengan tujuan mempercepat penahanan, agar suara pemilihan anak dari Khairuddin Syah jatuh.
"Ada permintaan dari dari saudara Darno kepada saudara LPS selaku Komisioner KPK dengan tujuan menjatuhkan suara dari anak tersangka Bupati Labura Khairuddin Syah yang saat itu juga menjadi salah satu kontestan pilkada, dimana fakta ini disampaikan tersangka Khairuddin Syah kepada Pelapor saat itu," ungkap Novel.