Suara.com - Politikus Partai Gelora Fahri Hamzah mendukung gagasan menurunkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) melalui revisi Undang-Undang Pemilu.
Saat ini, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah partai secara nasional pada pemilu sebelumnya.
Ketentuan tersebut dinilai Fahri Hamzah telah menyumbat calon presiden potensial dan berkualitas untuk mengikuti pemilu presiden dan wakil presiden.
Itu yang terjadi sekarang. Pemilu presiden dan wakil presiden biasanya hanya akan diikuti dua pasangan kandidat.
Baca Juga: Yaqut Soal Kemenag Hadiah untuk NU, Fahri Hamzah: Mungkin Ingin Hibur Kiai, Tapi..
Padahal, banyak bakal calon muncul menjelang pemilu, tetapi kemudian mengerucut hanya menjadi dua pasangan.
"Kalau sekarang tuh terlalu banyak misteriusnya, tiba-tiba muncul calon pemimpin, tiba-tiba tinggal dua, tiba-tiba kita harus milih itu kan misterius ya."
Partai Gelora tidak menginginkan hal itu terjadi terus menerus, kata Fahri Hamzah.
Partai Gelora menginginkan lebih banyak pasangan kandidat yang tampil di bursa pemilu presiden dan wakil presiden.
"Nah itu kita (Gelora) nggak mau ujug-ujugkan. Padahal kita pengennya tarungnya itu kalau bisa diperluas. Saya ingin ada orang Aceh jadi capres, orang Papua jadi capres ya kan. Ada orang dari Indonesia Tengah menjadi capres, ada orang dari Utara jadi capres, jadi nggak bisa gitu loh. Karena kita sudah mempersempit ladang pertarungan nggak sehat bagi republik," katanya.
Baca Juga: Menohok! Jawaban Fahri Hamzah Ketika Ditanya Tertarik atau Tidak jadi Jubir Presiden
Jika yang maju ke pemilu presiden dan wakil presiden hanya dua pasangan kandidat seperti yang terjadi selama ini, hanya akan berujung pembelahan di masyarakat, kata Fahri.
"Terlalu banyak insidentil terlalu banyak misteri gitu loh. Ini yang harus ditata dengan baik itu lebih produktif untuk dibahas," katanya. [rangkuman laporan Suara.com]