Suara.com - PM Israel, Neftali Bennett, menyambangi Rusia untuk bertemu Presiden Vladimir Putin. Keduanya diagendakan membahas situasi keamanan di Suriah. Namun Israel membawa misi lain yang berkaitan dengan program nuklir Iran.
Pada Jumat (22/10), Presiden Rusia Vladimir Putin menyambut Perdana Menteri Israel, Naftali Bennett, di kota pesisir Laut Hitam, Sotchi.
Dia beharap pemimpin baru Israel itu akan melanjutkan kebijakan pendahulunya, dengan merawat hubungan "yang bisa dipercaya" dengan Rusia.
Meski berseberangan dalam banyak isu, Putin menjalin hubungan dekat dengan mantan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Baca Juga: Indonesia - Malaysia Khawatir Perlombaan Senjata Nuklir di Asia Usai AUKUS
Dia mengatakan relasi kedua negara merupakan sesuatu yang "unik," dan bahwa "dialog dan hubungan antara kedua negara dibangun di atas ikatan yang erat antara kedua bangsa."
Dia pun berharap Bennett akan mengambil "kebijakan keberlanjutan" dalam diplomasi dengan Rusia.
"Saya bisa katakan kepada Anda atas nama rakyat Israel, bahwa kami menganggap Anda sebagai sahabat sejati kaum Yahudi," jawab Bennett dalam jumpa pers bersama Putin.
Dia sebaliknya memuji peran Uni Soviet dalam mengalahkan Nazi Jerman di Perang Dunia II, dan bercerita tentang rencana museum baru untuk mengenang prajurit Yahudi di Pasukan Merah.
Rusia dan Israel berhubungan dekat secara politik, ekonomi dan kebudayaan. Kedua negara saling menjaga relasi, walupun Moskow berpadu dengan Iran melindungi kekuasaan Bashar Assad di Suriah.
Baca Juga: Iran Siap Lanjutkan Perundingan Nuklir Pekan Ini
"Kami berbicara dengan situasi di Suriah," kata Bennett, "dan juga upaya menghentikan program nuklir Iran," imbuhnya.
Putin mengatakan Rusia "sudah berusaha memulihkan fungsi pemerintahan Suriah."
Menurutnya meski panen masalah, Suriah "mengungkap kepentingan bersama dan peluang kerja sama, terutama dalam perang melawan terorisme."
Akrobat politik antara Teheran dan Yerusalem Israel melihat intervensi Iran di Suriah sebagai ancaman, dan berulangkali melancarkan serangan udara terhadap situs yang diduga milik Iran di Suriah, atau membom iring-iringan pasokan senjata untuk Hezbollah di Lebanon.
Kelompok Syiah itu ikut bertempur di Suriah bersama milisi binaan Teheran.
Rusia melancarkan kampanye militer besar-besaran di Suriah sejak 2015, untuk menopang rezim Assad.
Dalam beberapa tahun terakhir, Moskow mengabulkan modernisasi persenjataan Suriah dengan mengirimkan sistem pertahanan udara dan berbagai latihan militer.
Suriah merupakan satu-satunya negara di Timur Tengah yang menampung pangkalan militer Rusia, dan sebabnya dipandang penting bagi Moskow.
Sejauh ini Rusia berhasil menjauhkan Israel dari perang di Suriah, antara lain berkat sambungan langsung antara militer untuk mengkoordinasikan serangan udara.
Pada 2018, hubungan Rusia dan Israel sempat diuji ketika pasukan Suriah keliru menembak jatuh pesawat Rusia ketika menjawab serangan udara Israel.
Sebanyak 15 kru pesawat intai itu meninggal dunia. Sejauh ini Moskow berhasil menyeimbangkan relasi dengan Israel dan Iran.
Pada 2018 silam, Moskow bersepakat dengan Teheran untuk menjauhkan gerilyawannya dari Dataran Tinggi Golan.
Kesepakatan itu digagas Rusia untuk mengakomodasi kekhawatiran Israel atas pasukan Iran di Suriah.
Saat ini Rusia juga aktif terlibat dalam perundingan untuk menghidupkan kembali Perjanjian Nuklir Iran 2015.
Kesepakatan itu kehilangan marwahnya setelah bekas Presiden Donald Trump mencabut dukungan AS, dan kembali menjatuhkan sanksi pada tahun 2018.
Sebaliknya Israel ingin menggagalkan kesepakatan tersebut. rzn/hp (ap, afp)