Jihad Kaum Santri Masa Kini, Wamenag: Harus Melek Literasi Digital

Kamis, 21 Oktober 2021 | 22:48 WIB
Jihad Kaum Santri Masa Kini, Wamenag: Harus Melek Literasi Digital
Waketum MUI Zainut Tauhid (Suara.com/Putu)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid mengatakan jihad kaum santri masa kini semakin berat. Pasalnya selain kemampuan ilmu keislaman atau tafaqquh fi al-din, santri juga diharapkan memiliki keluasan cakrawala dalam beragam perspektif keilmuan umum.

Hal itu disampaikan memperingati Hari Santri 22 Oktober. Merujuk pada terbitnya Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945.

Resolusi tersebut menyulut semangat juang para santri dan masyarakat untuk mempertahankan NKRI dari ancaman pendudukan kembali tentara sekutu Belanda dan Inggris (NICA).

"Kalau dulu berhadapan dengan penjajahan Belanda, tantangan santri saat ini jauh lebih kompleks. Mereka akan bergelut dengan isu-isu sosial kemasyarakatan, lingkungan, politik, ekonomi, dan kebangsaan yang lebih rumit dibanding dengan masa lalu, termasuk tantangan revolusi industri 4.0," kata Zainut dalam keterangannya yang diterima Suara.com, Kamis (21/10/2021).

Baca Juga: Literasi Digital Penting untuk UMKM di Masa Depan

Karena itu kata Zainut, santri di abad ke 21 ini harus memiliki keterampilan literasi digital.

"Santri abad ke-21 harus memiliki keterampilan literasi digital, di samping literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi finansial, serta literasi budaya dan kewargaan," ucap dia.

Menurut Zainut, dunia saat ini tengah memasuki periode perubahan transformatif dan pergeseran besar dalam pelbagai aspek kehidupan. Segala sesuatu telah mengalami proses mediatisasi, digitalisasi, virtualisasi, otomatisasi, robotisasi, mobilisasi, dan deteritorialisasi.

Kemudian pelbagai bentuk teknologi digital telah berkembang. Antara lain yakni kecerdasan buatan (artificial intelligence), data besar (big data), buku besar digital (blockchain), komputasi awan (cloud computing), Internet untuk Segala (Internet of Things atau IoT), pembelajaran mesin (machine learning), aplikasi seluler (mobile applications), nanoteknologi (nanotechnology), dan sebagainya.

"Revolusi digital diperkirakan akan menghilangkan 800 juta lapangan kerja di seluruh dunia, yang diestimasi terjadi sampai tahun 2030 karena digantikan oleh mesin. Hal ini bisa menjadi ancaman dunia termasuk bagi Indonesia sebagai negara yang memiliki angkatan kerja dan angka pengangguran yang cukup tinggi," tutur dia.

Baca Juga: Penanganan Covid-19 Indonesia Membaik, Arab Saudi Buka Akses Umrah Bagi WNI

"Kondisi saat ini memaksa semua pihak untuk melakukan akselerasi pemahaman dan penguasaan terhadap teknologi, tidak terkecuali para santri," sambungnya.

Tak hanya itu, Zainut yang mengutip pesan Wakil Presiden Maruf Amin mengatakan bahwa santri milenial tidak cukup hanya pintar mengaji. Lebih dari itu, santri kata dia harus mempunyai daya hidup dan kreativitas agar siap memasuki dunia industri dan dunia usaha.

"Agar lebih kontributif dalam memecahkan masalah yang kompleks pada abad ke-21 santri milenial juga harus dapat berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan mampu berkolaborasi," ucap Zainut.

Karena itu, kata Zainut, proses pembelajaran di pesantren, selain tetap berorientasi tafaqquh fi al-din, semestinya juga terus disesuaikan agar selalu relevan dengan perkembangan zaman, tuntutan dunia industri dan dunia usaha, serta potensi kaum milenial dalam penghidupan di masa depan.

"Para ustadz di pesantren semakin penting untuk menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai pendidikan karakter kepada santri, yaitu karakter religius dan jiwa fastabiqul khairat atau berlomba-lomba untuk kebaikan," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI