Suara.com - Kepala daerah yang berasal dari partai politik kerap terjerat kasus korupsi di Indonesia. Deretan pejabat publik itu silih berganti ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nyaris tak berkesudahan.
Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani mengatakan, untuk mencegah kasus korupsi itu terus berulang, maka diperlukan aturan terkait sanksi. Hukuman selama ini diketahui hanya menjerat para kader korupsi yang menjabat kepala daerah, namun tidak ada sanksi bagi partai politik.
"Tidak hanya terhadap kader tetapi partai politik dipinalti. Misalnya kader di daerah itu buruk, maka dipinalti di daerah itu tidak boleh ikut pemilu atau pilkada. Tidak juga harus secara nasional kecuali yang melakukan di tingkat pusat," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (21/10/2021).
Menurut Arsul hal itu harus dilakukan. Di mana di satu sisi ada penindakan dalam proses hukum yang tegas, dan di sisi lain ada proses administrasi terhadap partai.
Baca Juga: Didukung Relawan ANIES jadi Capres 2024, PPP Sebut Wajar karena Anies Tak Punya Partai
"Tetapi di lain sisi juga harus ada jalan keluar. Nah ini saya kira harus kita turun ke depan. Sekarang kan rencana itu tinggal rencana," ujar Arsul.
Namun begitu, menurut Arsul sebelum tahap kepada pemberian sanksi partai politik, ada hal lain yang harus lebih dulu dibenahi ialah sistem pendanaan partai politik.
Merujuk keininganan pemerintah, Arsul mengingatkan soal rencana menaikkan pendanaan parpol. Ia menilai hal itu menjadi salah satu upaya mencegah korupsi lantaran bisa menekan biaya politik.
"Pemerintah kan sebagaimana juga sejak Mendagri dijabat Pak Tjahjo periode lalu sudah bermaksud menaikkan pendanaan parpol. Sekarang ini kan di tingkat pusat per suara seribu rupiah. Itu kan mau ditingkatkan," kata Arsul.
"Itu jadi jalan keluar karena political funding itu di negara maju juga terjadi. Nah saat ini KPK dan LIPI juga sudah mengajukan penelitian mereka kepada pemerintah," imbuhnya.
Baca Juga: Direktur INDOSTRATEGIC: PPP Tengah Bidik Anies Baswedan hingga RK untuk Pilpres 2024