Suara.com - Amnesty International Indonesia meminta agar investigasi tragedi kemanusiaan 1965 kembali dibuka. Hal itu merujuk dengan adanya fakta baru yang dilaporkan oleh media asal Inggris.
Dalam laporan itu disebutkan jika ada keterlibatan pemerintah Inggris dalam pembunuhan massal yang terjadi di Indonesia selama kurun waktu 1965 sampai 1966. Dalam siaran persnya hari ini,
Selasa (19/10/2021), Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengatakan, terkuaknya dokumen black propaganda Inggris adalah contoh betapa masih banyak fakta yang tersedia dari tragedi 1965.
"Fakta ini menganulir argumen pemerintah bahwa tragedi tersebut tak mungkin lagi diusut karena jangka waktu yang telah lama dan bukti yang telah hilang," kata Usman.
Menurut Usman, fakta dalam laporan media Inggris tersebut sangat berharga bagi bangsa Indonesia guna mengetahui masa silam yang kelam. Jika ada kemauan pemerintah untuk menyelesaikannya, termasuk melalui proses rekonsiliasi, maka fakta itu akan sangat menyumbang besar bagi pencarian kebenaran sejarah masa lalu Indonesia, terutama mengenai tragedi 1965-1966.
Baca Juga: Duta Besar Polandia Puji Pemerintah Indonesia, Dianggap Berhasil Redakan Covid-19
"Sayangnya, berbagai pelanggaran hak asasi manusia serius, termasuk pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang lainnya, pemerkosaan serta kejahatan kriminal seksual lainnya, yang terjadi pada tahun 1965-1966 belum ditangani secara memadai," ujarnya.
Tidak hanya itu, Presiden Joko Widodo yang mulai menjabat pada bulan Oktober 2014, dalam kampanyenya berjanji untuk meningkatkan penghormatan terhadap HAM. Salah satunya adalah menangani semua pelanggaran HAM berat di masa lalu melalui sistem peradilan guna mengakhiri impunitas.
"Itu termasuk Tragedi 1965. Kami mendesak Presiden Jokowi untuk merealisasikan janjinya itu dan membuka kembali investigasi terhadap Tragedi 1965 untuk menjamin akuntabilitas dan rasa
keadilan kepada para penyintas," papar Usman.
Pada 17 Oktober lalu, media Inggris The Observer menerbitkan beberapa artikel yang mengungkapkan peran pemerintah Inggris dalam membuat propaganda untuk menghasut petinggi-petinggi
Indonesia untuk membasmi PKI dan simpatisannya pada tahun 1960-an. Laporan tersebut dibuat berdasarkan dokumen-dokumen Kementerian Luar Negeri Inggris yang dideklasifikasi.
Penyelidikan pelanggaran HAM pada peristiwa 1965-1966 yang dilakukan oleh Komnas HAM selama tiga tahun yang selesai pada Juli 2012 menyimpulkan bahwa temuan mereka memenuhi kriteria
pelanggaran HAM yang berat, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan, sesuai definisi UU No. 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Baca Juga: Indonesia Terima Bantuan 240 Ribu Vaksin AstraZeneca Dari Inggris
Usman mengatakan, hingga hari ini, belum ada indikasi bahwa pemerintah akan melakukan penyelidikan kriminal. Sementara itu, upaya pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR)
tingkat nasional terhenti karena kurangnya kemauan politik.
"Amnesty International sendiri sejak tahun 1966 telah melakukan pendokumentasian mengenai pelanggaran HAM tragedi 1965-1966," jelas dia.