Suara.com - Kebebasan sipil di bawah pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Maruf Amin yang sudah berjalan selama dua tahun terakhir, memburuk.
Memburuknya kebebasan sipil rezim Jokowi - Maruf Amin itu ditandai dengan penangkapan ribuan orang karena mengutarakan pendapat.
Rivanlee Anandar, Deputy of Coordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS, mengatakan ratusan peristiwa pemberangusan kebebasan sipil terjadi selama 2 tahun kepemimpinan Jokowi - Maruf Amin.
KontraS melansir data itu dalam konferensi pers bertajuk Catatan 2 Tahun Pemerintahan Joko Widodo - Ma'ruf Amin: Demokrasi Perlahan Mati di Tangan Jokowi, yang digelar secara virtual, Selasa (19/10/2021).
Baca Juga: Heboh Cuitan 'Polisi Diganti Satpam Bank', KontraS : Bentuk Koreksi Masyarakat
"Sejak Oktober 2019 hingga Oktober 2021, terdapat 360 peristiwa pelanggaran kebebasan berekspresi," kata Rivanlee.
Pelaku pemberangusan kebebasan sipil mayoritas dilakukan oleh aparat kepolisian. Pola-pola pelanggarannya seperti pembubaran massa secara paksa lalu diikuti dengan penangkapan yang tak sesuai prosedur.
"Polisi tercatat 137 kali melakukan penangkapan sewenang-wenang dan 118 kali pembubaran paksa," kata dia.
Sebagai contoh, kata dia, pembubaran paksa massa demonstran penolak omnibus law, ataupun aksi protes di daerah-daerah.
Sejak 2020 kala covid-19 mewabah, polisi kerap menggunakan alasan adanya pandemi untuk melakukan pembubaran aksi massa.
Baca Juga: Diduga Teror Netizen karena Cuitan Satpam Bank, KontraS: Polisi Tak Siap Dikritik
"Namun, sepertinya alasan itu dibuat dan berjalan secara tebang pilih."
Sebab di lain sisi, Presiden Jokowi pernah menghadiri acara pernikahan seorang artis yang juga melibatkan banyak orang. Tapi, acaranya tak dibubarkan, dan Jokowi tidak pernah diperiksa.
"Itu tidak berbanding lurus dengan sikap aparat kepolisian menangani aksi massa yang main tangkap dan kerap kali disertai penyiksaan, penganiayaan serta intimidasi verbal," kata dia.
Akibat dari tindakan sewenang-wenang tersebut, setidaknya 5.389 orang ditangkap polisi saat berunjuk rasa.
Menurut Rivanlee, perilaku polisi itu menunjukkan masyarakat sipil belum sepenuhnya mendapatkan perlindungan saat melakukan penyampaian pendapat.
"Adanya gap pemahamanan antara peraturan kapolri tentang penanganan aksi massa atau standar implentasi HAM, dengan praktik polisi di lapangan."
Untuk diketahui, kebebasan sipil adalah panduan dan kebebasan pribadi yang tak dapat diintervensi pemerintah, baik melalui hukum, tafsiran yudisial dan tanpa alasan tertentu.
Biasanya, kebebasan sipil terdiri dari kebebasan dari penyiksaan, kebebasan dari penghilangan paksa, kebebasan hati nurani, kebebasan pers, dan kebebasan beragama.
Selain itu, meliputi juga kebebasan berekspresi, kebebasan berkumpul, hak untuk keamanan dan merdeka, kebebasan berbicara, hak untuk privasi, hak untuk perlakuan setara di bawah hukum, hak untuk pengadilan adil, dan hak untuk hidup.