Suara.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih melakukan penggusuran terhadap warga seperti yang dilakukan pendahulunya, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.
Atas tindakannya ini, LBH memberikan Anies rapor merah selama empat tahun memimpin Jakarta.
Pengacara publik LBH Jakarta, Charlie Albajili mengatakan, pihaknya mencatat sepanjang Januari sampai September 2018, terdapat 79 titik penggusuran di DKI dengan jumlah korban 277 KK dan 864 unit usaha.
Angka itu terbagi ke dalam penggusuran unit usaha yaitu sejumlah 53 titik penggusuran dengan korban 773 unit usaha, penggusuran terhadap hunian sejumlah 17 titik dengan korban 186 kepala keluarga.
Baca Juga: Banyak Dalih Lanjutkan Reklamasi, LBH Kasih Anies Rapor Merah
"Dari angka tersebut terdapat pula penggusuran yang melibatkan hunian maupun unit usaha (gabungan) yaitu sejumlah 9 titik Dengan korban 89 kepala keluarga dan 93 unit usaha," ujar Charlie di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (18/10/3021).
Kejadian yang terbaru adalah kasus penggusuran paksa terhadap warga di RT 001 RW 001 Kelurahan Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan dengan dalih program pencegahan banjir Provinsi DKI.
Dalam penggusuran paksa, Charlie juga menyebut kerap terjadi kriminalisasi terhadap warga terdampak, khususnya pada mereka yang lantang menyuarakan dan membela haknya.
Charlie mengatakan Anies masih menggunakan aturan Gubernur DKI Nomor 207 Tahun 2016 Tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak untuk melakukan penggusuran. Regulasi ini menjadi dalih memberikan kepastian hukum pelaksanaan penertiban terhadap pemakaian/penguasaan tanah tanpa izin yang berhak.
Pergub yang ditetapkan Ahok tersebut justru dipertahankan dan digunakan hingga saat ini oleh Pemprov DKI di tangan Anies dalam beberapa kasus penggusuran paksa.
Baca Juga: Anies Tak Terima Langsung Rapor Merah dari LBH Jakarta, Pemprov DKI: Nanti Dipelajari
"Yang menimpa warga Menteng Dalam, Pancoran Buntu II, Kebun Sayur, Kapuk Poglar, Rawa Pule, Guji Baru, dan Gang Lengkong Cilincing," katanya.
Seharusnya, ada prosedur dan syarat-syarat perlindungan bagi warga terdampak pembangunan. Sebagaimana diatur dalam Komentar Umum Nomor 7 tentang Hak Atas Perumahan yang Layak (Pasal 11 Ayat (1) Konvensi Hak Ekonomi Sosial dan Budaya) (General Comment No. 7 on the Right to Adequate Housing (Article 11 (1) of the Covenant).
Berikut syarat-syarat perlindungan prosedural bagi warga terdampak pembangunan, antara lain:
- terdapat musyawarah yang tulus bagi warga terdampak.
- pemberitahuan yang layak dan beralasan bagi warga terdampak mengenai
jadwal penggusuran. - transparansi seluruh informasi yang berkaitan dengan proyek pembangunan
dan relokasi. - kehadiran perwakilan pemerintah untuk mengawal prosesnya.
- adanya informasi yang lengkap mengenai pihak-pihak yang melaksanakan
relokasi dan warga terdampak. - relokasi tidak dilaksanakan saat hujan atau malam hari, kecuali disepakati
oleh warga terdampak. - adanya mekanisme dan sarana pemulihan hak berdasarkan hukum.
- tersedianya akses terhadap bantuan hukum bagi warga terdampak yang ingin
menuntut haknya melalui lembaga peradilan.