Suara.com - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai kasus dugaan kekerasan seksual pada 3 anak oleh ayahnya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, menunjukkan perlu perbaikan sistem pembuktian kasus kekerasan seksual di Indonesia.
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi mengatakan kasus ini perlu dilakukan secara komprehensif dengan mengedepankan pemenuhan hak-hak korban atas keadilan dan pemulihan berperspektif anak dan perempuan.
"Termasuk di dalamnya, adalah menghentikan kriminalisasi pada pelapor maupun terhadap media yang memberitakan upaya warga memperjuangkan keadilan," kata Siti dalam jumpa pers virtual, Senin (18/10/2021).
Siti menyebut kasus ini menambah panjang daftar kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan yang hingga 2020 saja sudah tercatat 954 kasus.
"Hal ini menunjukkan bahwa perempuan sejak usia anak berada dalam situasi tidak aman dalam kehidupannya, bahkan oleh orang terdekat," ucapnya.
Dalam kasus di Luwu Timur, Komnas Perempuan berpendapat kasus ini seharusnya mengacu pada Undang-Undang Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Kedua UU ini mewajibkan anak korban atau anak saksi wajib didampingi orang tua atau orang yang dipercaya korban atau pekerja sosial, sementara dalam kasus ini anak-anak korban tidak didampingi oleh ibunya atau orang yang dipercaya korban.
"Permintaan Ibu Korban dan kuasa hukum untuk rekam medik dari dokter anak yang merawat dan telah mengeluarkan diagnosa bahwa terjadi kerusakan pada jaringan anus dan vagina akibat kekerasan terhadap anak juga tidak dikabulkan," jelas Siti.
Peretasan dalam bentuk serangan Ddos ke web Projectmultatuli.org, dan tudingan pemberitaan sebagai hoaks, Direct Message (DM) terhadap pembaca yang turut membagikan berita, Komnas Perempuan menilai hal ini sebagai pelanggaran hak atas kebebasan pers dan hak atas informasi yang dijamin dan dilindungi oleh konstitusi.
Baca Juga: LPSK Minta Bareskrim Polri Buat Terobosan untuk Ungkap Kasus Kekerasan Seksual di Lutim
Dengan demikian, Komnas Perempuan mendesak kepolisian untuk membuka kembali kasus ini dengan berpedoman pada kepentingan terbaik anak, dan memberikan perlakuan khusus dalam pengumpulan alat bukti sesuai undang-undang.