Suara.com - Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menegaskan, tindakan polisi yang viral karena menggeledah telepon genggam atau HP seorang warga masuk dalam kategori pelanggaran hukum.
Pernyataan tersebut dikemukakan, lantaran bertentangan dengan Undang-undang hukum pidana.
“Pertama, ini tindakan yang melanggar hukum ya. Ini jelas-jelas bertentangan dengan Undang-undang Pidana di mana penyitaan dan penggeledahan itu harus dasar tertangkap tangan atau karena melakukan tindak pidana dan itu pun harus izin pengadilan,” kata Isnur saat dihubungi Suara.com, Senin (18/10/2021).
Selain itu, dia juga mengemukakan, ada prasyarat dengan kondisi lain yang harus dilalui petugas kepolisian untuk bisa 'menggeledah' isi HP.
“Kalau pun kemudian dia kena situasi darurat itu pun ditindaklanjuti dengan melapor kepada ketua pengadilan. Adakah perintah penggeledahan dari kepolisian kepada orang-orang ini, jelas saya tidak melihat itu ada, jelas ini melanggar hukum pidana” sambungnya.
Isnur juga mengemukakan, perilaku kepolisian itu juga melanggar aturan internalnya sendiri, yakni Peraturan Polri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Jelas ada larangan menggeledah dan menyita karena tidak sesuai dengan melanggar hak privasi. Jadi ini juga yang kedua melanggar peraturan internal kepolisian,” ujarnya.
Kemudian perilaku polisi tersebut juga melanggar Undang -Undang (UU) nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Jelas juga melanggar UU ITE. Di UU ITE itu ada beberapa ketentuan privasi yang jelas ini adalah melanggar ketentuan UU ITE privasi,” katanya.
Baca Juga: Jadi Tindakan Represif, Oknum Polisi yang Ancam Warganet Harus Ditegur bahkan Pecat
Pada UU ITE pasal 30 ayat 1 disebutkan, setiap orang dengan sengaja tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun.