Suara.com - Sebuah organisasi bantuan Kristen AS pada Minggu (17/10/2021) waktu setempat mengatakan, sekelompok misionarisnya telah diculik di Haiti. Kejadian itu menandakan bahwa geng-geng kejahatan di negara Karibia itu semakin berani di tengah krisis politik dan ekonomi.
Kelompok misionaris itu berada di Haiti untuk mengunjungi panti asuhan ketika bus mereka dibajak pada Sabtu di luar ibu kota Port-au-Prince, menurut laporan misionaris lain, di tengah tingginya penculikan setelah pembunuhan Presiden Jovenel Moise.
Christian Aid Ministries yang berpusat di Ohio mengatakan tidak memiliki informasi tentang siapa yang berada di balik penculikan itu atau di mana mereka membawa kelompok itu, yang terdiri dari 16 orang Amerika dan satu orang Kanada.
"Kami mencari arahan Tuhan untuk bertindak, dan pihak berwenang mencari cara untuk membantu," kata mereka dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga: Ngeri! 17 Misionaris AS dan Keluarganya Diculik di Haiti
Seorang juru bicara polisi Haiti mengatakan mereka tidak memiliki informasi apa pun tentang insiden tersebut.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan telah mengetahui laporan tersebut. Kedutaan AS biasanya tidak merilis informasi tentang warga negara karena peraturan privasi.
Pemerintah Kanada mengatakan sedang bekerja dengan otoritas lokal dan kelompok untuk mengumpulkan lebih banyak informasi.
Pakar keamanan percaya sebuah geng bernama 400 Mawozo terlibat dalam penculikan para misionaris itu.
Kelompok tersebut mendominasi daerah Croix-des-Bouquets, sebelah timur Port-au-Prince, dan dekat dengan tempat para misionaris dilaporkan telah diculik.
Baca Juga: Penculik Bocah Lima Tahun di Bandung Ditangkap di Surabaya
400 Mawozo diduga terlibat dalam penculikan sekelompok pastor dan suster, termasuk warga negara Prancis, pada April di area yang sama.
Anggota Kongres AS Adam Kinzinger, seorang Republikan Illinois, mengatakan kepada CNN bahwa Amerika Serikat harus menemukan para misionaris itu dan berusaha untuk merundingkan pembebasan mereka tanpa membayar uang tebusan, atau harus menggunakan militer atau polisi untuk menjamin kebebasan mereka.
"Kita perlu melacak di mana mereka berada dan melihat apakah negosiasi - tanpa membayar uang tebusan - dimungkinkan. Atau melakukan apa pun yang perlu kita lakukan, dengan kekuatan militer atau polisi," kata Kinzinger yang duduk di Komite Urusan Luar Negeri DPR.
Penculikan telah meningkat selama berbulan-bulan di Haiti karena ekonomi negara miskin itu memburuk, meskipun penculikan orang asing relatif jarang.
Korban umumnya berasal dari kelas menengah Haiti, seperti guru, pendeta, pegawai negeri, pemilik usaha kecil, yang tidak mampu membayar pengawal tetapi dapat dimintai uang tebusan.
Migran Haiti pada September memadati perbatasan AS-Meksiko dengan harapan menemukan peluang ekonomi, namun 7.000 orang di antaranya dideportasi oleh pihak berwenang AS. (Sumber: Antara/Reuters)