Suara.com - Seorang pria asal Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah (Jateng) mengungkap upaya kepolisian mengusir warga setempat demi penambangan batuan andesit, material pembangunan proyek Bendungan Bener Purworejo dapat berjalan.
Mulai dari penangkapan, pengadangan, hingga mengawasi warga berkedok patroli.
Pria berambut panjang itu bercerita, tepat pada 23 April 2021 lalu, aparat kepolisian menghadapi warga yang melakukan aksi damai penolakan penambangan.
Ia betul-betul kecewa karena melihat aparat kepolisian membawa senapan laras panjang dan senjata lainnya untuk menghadapi warga yang melakukan penolakan dengan tangan kosong.
Baca Juga: Polisi Mendadak Patroli di Desa Wadas, Warga: Padahal Sebelumnya Tidak Pernah Diperhatikan
"Ini aparat betul-betul memperlihatkan kebodohannya karena menghadapi masyarakat yang tangan kosong, mereka membawa senapan laras panjang bawa gas air mata ya bukannya kita takut, (tapi mereka tidak melihat) yang mereka hadapi itu siapa gitu," kata pria tersebut melalui diskusi bertajuk Buka Suara: Sudah Korban Tambang, Malah Dipolisikan secara virtual, Jumat (15/10/2021).
Menurutnya, apabila petugas kepolisian itu memang benar merasa laki-laki, maka seharusnya tidak perlu membawa senjata lengkap. Apalagi pihak yang dihadapi mereka juga berasal dari kalangan ibu-ibu serta anak-anak juga.
Meski pada awalnya aksi damai penolakan itu berjalan baik, namun bentrok pun tidak dapat terelekan. Alhasil sebanyak 11 warga yang ikut menolak ditangkap oleh aparat kepolisian.
Bahkan, ia sendiri juga sempat dianggap sebagai warga luar hingga disebut sebagai anarko.
"Logika-logika ini hadir di kepolisian itu kok bisa sampai segitunya," ujarnya.
Baca Juga: Komnas HAM Siap Kawal dan Tuntaskan Pelanggaran HAM Terhadap Warga Wadas
Setelah peristiwa bentrok selesai, pihak kepolisian mulai melakukan patroli di Desa Wadas. Apa yang dilakukan aparat tentu menjadi pertanyaan bagi warga setempat, karena sebelumnya desa tersebut tidak pernah mendapatkan perhatian sama sekali.
"Bahkan bisa dikatakan Desa Wadas ini enggak pernah diperhatikan oleh pemerintah sama sekali," ucapnya.
Pria berkaus hitam itu menjelaskan kalau aparat kepolisian terus berupaya untuk mengajak warga bernegosiasi supaya penambangan bisa berjalan.
Padahal sikap warga sudah jelas, kalau mereka tidak akan pernah menjual tanahnya dengan harga berapapun dan sampai kapapnpun.
"Akan tetapi polisi ini memang terus saja membujuk mereka itu semacam enggak kenal lelah, jadi terus membujuk warga, memanggil tokoh-tokoh bahkan mereka juga kalau kemarin-kemarin itu patroli 1 minggu sampai 4 kali. Artinya polisi hadir untuk mengawal pertambangan, tidak pernah memikirkan nasib warga," tuturnya.
Ia juga mengungkapkan kalau sebanyak 6 orang warga pernah dipanggil pihak kepolisian. Hal itu disebabkan warga yang dimaksud membawa senjata tajam saat hendak menghadang pematokan pada wilayah penambangan.
Kendati demikian, pemanggilan itu tidak berujung dengan pemidanaan. Hanya saja ia menganggap kalau apa yang dilakukan warga itu merupakan hak sebagai pemilik tanah yang tengah melakukan perlawanan atas adanya penambangan.
"Itu memperlihatkan hari ini polisi ikut sama pemodal, enggak ada polisi rakyat, itu enggak ada."