Suara.com - Mayoritas masyarakat Indonesia enggan apabila Presiden RI harus bekerja berdasarkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN). Diketahui PPHN rencananya akan dihadirkan oleh MPR melalui amandemen terbatas UUD 1945.
Survei opini publik terbaru yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting menemukan bahwa hanya ada 10 persen rakyat Indonesia yang menyetujui gagasan bahwa presiden harus bekerja berdasarkan PPHN.
Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas yang memaparkan hasil survei memaparkan bahwa mayoritas masyrakat sebanyak 81 persen, menginginkan presiden bekerja sesuai dengan janji-janjinya kepada rakyat pada masa kampanye pemilihan presiden. Selain itu presiden diminta tetap bertanggung jawab kepada rakyat sebagai pemilih.
Abbas menuturkan bahwa keinginan rakyat agar presiden melunasi janjinyabitu tidak terpengaruh pada wacana menghadirkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau PPHN. Ia mengatakan keinginan rakyat itu menguat dalam lima bulan terakhir.
Baca Juga: Pakar Merasa Janggal jika Tujuan MPR Amandemen UUD 1945 Hanya untuk Hadirkan PPHN
“Jumlah warga yang ingin presiden bekerja sesuai janji kepada rakyat, bukan menurut GBHN/PPHN, naik dari 75 persen pada survei Mei 2021 menjadi 81 persen pada survei September 2021,” kata Abbas dalam webinar dan rilis survei SMRC Sikap Publik Nasional terhadap Amandemen UUD 1945, Jumat (15/10/2021).
Survei opini publik itu sekalihus menemukan adanya penolakan atas ide presiden bekerja berdasarkan GBHN/PPHN serta bertanggung jawab kepada MPR. Penolakan itu terjadi merata di setiap kelompok masyarakat.
“Mayoritas dari setiap pemilih partai, pemilih capres, yang puas maupun tidak puas dengan kinerja Jokowi, serta mayoritas warga pada setiap segmen demografi dan wilayah lebih menginginkan presiden bekerja atas dasar janji programnya pada masa kampanye dan bertanggung jawab pada rakyat,” kata Abbas.
Tolak Amandemen
Sementara itu dalam survei yang sama, diketahui sebanyak 78 persen rakyat tidak menginginkan amandemen UUD 1945.
Baca Juga: Besok, Relawan Jokowi Deklarasikan Dukung Ganjar Pranowo Maju Jadi Capres 2024
Hasil survei mengatakan bahwa mayoritas rakyat dengan persentase 66 persen menilai UUD 1945 adalah rumusan terbaik dan tidak boleh diubah atas alasan apapun bagi Indonesia yang lebih baik.
Sedangkan sebanyak 12 persen rakyat menilai UUD 1945 saat ini dinilai sudah paling pas. Kendati diakui bahwa UUD 1945 merupakan produk buatan manusia yang tentu tidak luput dari kekurangan. Sehingga total ada sebanyak 78 persen rakyat yang menolak amandemen UUD 1945.
"Dua sikap ini menunjukkan bahwa publik tidak ingin ada perubahan atau amandemen pada UUD 1945 atau Konstitusi Republik Indonesia," ujar Abbas.
Sedangkan suara yang mendukung wacana amandemen sangat minik. Disebutkan dalam survei ada 11 persen yang berpendapat bahwa beberapa pasal dari UUD 1945 perlu diubah atau dihapus dan ada 4 persen yang menilai UUD 1945 sebagian besar harus diubah. Sisanya 7 persen menjawab tidak tahu.
Sikap publik yang tidak menghendaki adanya amandemen UUD ini terlihat dominan pada setiap massa pemilih partai, maupun pemilih Capres 2019. Demikian pula pada setiap lapisan demografi.
“Mayoritas warga pada setiap massa pemilih partai, massa pemilih capres 2019, yang puas maupun tidak puas dengan kinerja Presiden Jokowi, dan seluruh lapisan demografi tidak menghendaki perubahan pada UUD 1945,” jelas Abbas.
Adapun survei opini publik ini digelar pada 15 - 21 September 2021 melalui tatap muka atau wawancara langsung. Sampel sebanyak 1220 responden dipilih secara acak (multistage random sampling) dari seluruh populasi Indonesia yang berumur minimal 17 tahun atau sudah menikah.
Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 981 atau 80 persen. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,19 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling).