Suara.com - Seorang suami di Sidoarjo, Jawa Timur, menjual tubuh istrinya ke pria lain melalui sarana media sosial semenjak pandemi Covid-19.
Selain untuk mencari keuntungan uang, eksploitasi seksual terhadap istri sendiri tersebut juga untuk berfantasi.
Busuknya lagi dari kelakuan EVS (23), dia mengeksploitasi istrinya meski mengetahui yang bersangkutan sedang hamil.
EVS menjual tubuh istrinya sejak dia hamil lima bulan dan sekarang usia kandungan sudah sembilan bulan.
Baca Juga: Kisah Prostitusi Paksa: Mereka Memaksa Kami Berhubungan Seks 15 Kali Sehari
Kasus eksploitasi seksual terhadap istri di Sidoarjo mengingatkan kasus serupa yang juga terjadi di Provinsi Jawa Timur, tepatnya Kediri. Seorang suami mengakui telah lima kali menjual istri kepada pria lain dengan harga Rp1 juta per pertemuan.
Alasan suami di Sidoarjo maupun di Kediri serupa yaitu didesak ekonomi. Tetapi apakah alasan itu dapat dibenarkan?
Kasus di Sidoarjo terungkap setelah polisi menerima laporan. Dari informasi tersebut, petugas melakukan penyelidikan.
"Tangkap tersangka EVS saat hendak menjual istrinya di sebuah hotel di Surabaya,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Surabaya Komisaris Mirzal Maulana, Jumat, (15/10/2021).
Bagaimana modusnya?
Baca Juga: Bongkar Kasus Perdagangan Orang Modus Kawin Pesanan, Keponakan Prabowo Desak Polisi Serius
Sebagian kasus eksploitasi seksual, seperti juga yang dilakukan EVS terhadap istri, dilakukan dengan menawarkan layanan kepada pengguna Twitter dengan memasang foto-foto tak senonoh.
Dia menyertakan nomor WA yang dapat dihubungi. Selain lewat WA, komunikasi juga bisa dilakukan lewat direct message Twitter.
Tarif yang ditawarkan EVS untuk sekali kencan dengan istrinya, kata polisi, "relatif, mulai Rp1 juta.”
Jika setuju dengan harga yang ditentukan, EVS akan mengantarkan istrinya ke sebuah hotel untuk transaksi sekaligus melakukan praktik pelanggaran hukum.
Kasus tersebut sekarang sedang dalam penanganan pihak berwajib.
EVS sudah ditetapkan menjadi tersangka. Dia disangkakan dengan Pasal 2 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dan atau Pasal 30 Jo. Pasal 4 ayat 2 huruf D UU RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan atau Pasal 45 UU RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan atau Pasal 45 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 296 KUHP dan atau Pasal 506 KUHP.
Banyak kasus
Kasus di Sidoarjo dan Kediri ibarat fenomena gunung es perdagangan orang.
Data International Organization for Migration (IOM) yang disampaikan dalam salah satu webinar menyebutkan jumlah kasus TPPO yang diterima IOM pada 2020 meningkat menjadi 154 kasus. Angka kasus TPPO di Indonesia disebutkan naik dan paling banyak korban eksploitasi seksual (Republika).
Sedangkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, selama pandemi terjadi peningkatan kasus TPPO. Pada 2019 terdapat 213 kasus, meningkat menjadi 400 kasus pada tahun 2020.
Sementara data Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, jumlah permohonan pelindungan saksi dan korban TPPO juga meningkat 15,3 persen pada tahun 2020. [Beritajatim dan berbagai sumber]