Suara.com - Hermawan Sulistyo menjadi salah satu saksi ledakan bom yang kemudian dikenal sebagai Bom Bali I pada 2002. Ledakan tersebut menewaskan 204 orang, termasuk dua pelaku.
Hermawan seorang peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia bidang politik dan keamanan negara. Dia ikut menjadi saksi ketika anggota polisi yang membantu menangani kasus, tidak punya uang untuk membeli pulsa.
Hermawan berada di sebuah kamar yang berjarak hanya 200 meter dari titik ledakan.
Hermawan berada di Pulau Bali untuk melakukan sebuah riset terkait kondisi polisi setelah lepas dari institusi TNI.
Sebenarnya hari itu dia seharusnya sudah meninggalkan Bali dan pindah ke kota lain, tetapi mendadak dibatalkan.
Peristiwa itu pula yang kemudian mempengaruhi pemikiran Hermawan.
Sebelum Bom Bali I terjadi, dia berprinsip tidak akan mencampuri isu terorisme.
"Nah, jadi seluruh ilmu yang 20 tahun saya pelajari itu kemudian saya putuskan ini nggak bisa ini pertaruhannya bukan hanya bangsa, tapi kemanusiaan. Karena kalau salah penanganan, Indonesia ambruk pasti," kata dia.
Sebelum ada Bom Bali I, Polri belum memiliki Detasemen Khusus 88 Antiteror. Tim yang menangani bom hanya ada di Mabes Polri dan Polda Metro Jaya.
Baca Juga: Ledakan Bom di Masjid Afghanistan, Seorang Pemimpin Taliban Tewas
Polri juga belum memiliki pengalaman memadai dalam menangani ledakan bom dan juga tidak memiliki anggaran memadai.