Tak Hanya Covid, Siswa Juga Terancam Tertimpa Bangunan Sekolah Rusak

SiswantoBBC Suara.Com
Rabu, 13 Oktober 2021 | 11:42 WIB
Tak Hanya Covid, Siswa Juga Terancam Tertimpa Bangunan Sekolah Rusak
BBC
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Siswa yang masuk sekolah di masa pandemi bukan hanya dihadapi risiko tertular virus corona, tapi sebagian dari mereka juga terancam tertimpa bangunan roboh.

Data Kemendikbudristek terakhir menyebutkan ruang kelas yang rusak di sekolah negeri seluruh Indonesia bertambah 26% atau 250.000 unit dalam satu tahun terakhir.

Pemerhati pendidikan menilai maraknya ruang kelas yang rusak disebabkan perbaikan yang tak merata, hingga ongkos rehabilitasi sekolah yang dikorupsi.

Sementara itu, Kemendikbudristek mengeluarkan strategi baru untuk mengurangi sekolah rusak, termasuk melibatkan tim profesional.

Baca Juga: SD Talagamurni Rusak DIguncang Gempa, BPBD Kirimkan Tim untuk Mendata

Baca Juga:

Sekolah Dasar Negeri Jampang 02 di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, berada sekitar 20 kilometer dari pusat kota.

Tak terlalu sulit menemukan sekolah ini, karena atapnya sejajar dari jalan utama. Di genteng tertulis cat putih: SDN Jampang 02. Untuk masuk ke lingkungan sekolah harus melalui jalan semen menurun tajam.

Kelas-kelas penuh dengan teriakan anak-anak. Ada yang berlari-larian sambil membenarkan letak maskernya yang melorot. Di sudut lain, beberapa anak ngobrol di tepian kelas sambil memegang es berwarna-warni dalam plastik.

Bendera Merah Putih nampak lesu di pelataran. Jam pergantian kelas dimulai.

Syarif Hidayatulloh membuka kelas mata pelajaran agama untuk kelas enam. Selama mengajar, pandangannya ini tak berhenti menatap cemas kayu-kayu yang menggelantung di langit-langit ruang kelas.

Baca Juga: Polisi Periksa Empat Saksi Robohnya Atap SD Keting 2 yang Baru Direnovasi

"Ya, yang kita bayangin pasti atap-atap yang sudah rusak, takutnya pada jatuh ke bawah dan menimpa anak-anak kita yang lagi belajar," kata Syarif usai mengajar.

Ruang kelas ini sudah tak punya plafon. Kayu-kayu penyanggah genting sudah mulai keropos dimakan rayap atau terkikis air ketika hujan datang.

Tapi sekolah tak punya pilihan. Pembelajaran tatap muka harus tetap berlangsung dengan aturan satu kelas tak boleh diisi lebih dari 20 anak di masa pandemi. Setiap kelas dibagi dua kelompok belajar.

"Karena kita kekurangan ruang kelas. Ada pun kita sudah mengajukan [permohonan perbaikan], ya kita sampai sekarang belum dapat tembusan kapan kita dapat rehab [rehabilitasi bangunan]," tambah Syarif.

Bukan hanya atap plafon kelas yang jebol. Masih ada sejumlah fasilitas lain yang harus diperhatikan, kata Ihat Solihat yang sudah 13 tahun menjadi guru honorer di SDN 02 Jampang.

Perempuan 51 tahun ini mengajak BBC berkeliling sekolah untuk melihat kerusakan bangunan yang menurutnya bertambah parah karena tak terawat selama pandemi.

"Ini perpusnya [perpustakaan] juga, pada kena rayap. Ini dipakai juga karena kurang ruang belajar," kata Ihat sambil menunjuk beberapa kusen jendela dan pintu yang berongga-rongga karena dimakan rayap.

Lalu, melihat plafon bagian luar kelas. Sebagian kayunya menggelantung, dan gentingnya melorot tak tentu arah. Tembok retak-retak. Lantai keramik bergelombang.

Sejauh ini, langkah yang bisa dilakukan pihak sekolah hanya meminta siswa berhati-hati selama berada di lingkungan sekolah.

"Harus waspada. Harus hati-hati. Jadi kalau pagi-pagi kita sebelum anak-anak masuk, kita lihat-lihat dulu ke atas."

"Takut ada yang jatuh itu kayunya. Terus ke belakang juga dilihat-lihat. Jadi menjaga anak-anak tuh saya repotnya," kata Ihat.

Guru lainnya, Nuraeni mengatakan orang tua menyampaikan keluhan atas fasilitas bangunan sekolah seperti kerusakan bangunan toilet, jendela, "pintu juga sudah pada jebol".

"Mereka [orang tua siswa] juga pengen banget malah diganti atau direhab, untuk kenyamanan anak-anaknya di sini," kata Nuraeni, "tapi yang sekolah bisa lakukan hanya ya, nggak bisa apa-apa."

Pihak sekolah mengaku sudah berulang kali mengajukan proposal ke pemerintah setempat untuk perbaikan bangungan. Akan tetapi, menurut kepala sekolahnya, pemda baru bisa menjanjikan perbaikan di tahun depan.

Ratusan ribu ruang kelas rusak

Ruang-ruang kelas yang sudah rusak di SDN 02 Jampang, hanya satu dari ratusan ribu ruangan kelas sekolah negeri yang mengalami kerusakan ringan hingga berat di Indonesia.

Data Kemendikbudristek menunjukkan ruang kelas rusak bertambah hingga 26% dalam satu tahun terakhir atau sekitar 250 ribu unit dari 2019 ke 2020.

Pada tahun ajaran 2018/2019 terdapat total ruang kelas dari sekolah-sekolah negeri (SD, SMP, SMA dan SMK) yang rusak di seluruh Indonesia mencapai 969.817 ruang kelas.

Jumlahnya bertambah menjadi 1.222.064 ruang kelas yang rusak pada tahun ajaran 2019/2020. Dengan demikian, setidaknya terjadi peningkatan ruang kelas yang rusak sebesar 26% selama masa pandemi setahun terakhir.

Ruang kelas yang rusak ini mulai kategori ringan, sedang, berat hingga rusak total.

Data Kemendikbud juga menyebutkan hanya sekitar 14% ruang sekolah yang ada di Indonesia dalam kondisi baik dari total 1.413.523 ruang kelas.

Di lokasi lain, seperti SDN 19 Medang di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, siswa harus belajar di pelataran karena kekurangan ruang kelas, kata kepala sekolahnya, Nusipah.

"Ruangan kelas cuma empat. Yang empat kelas itu sudah maksimal. Cuma di pelataran antara sekolah dengan rumah pesuruh itu kami buat pelataran. Jadi ditempati kelas lah di situ," kata Nusipah.

Begitu pun sekolah-sekolah di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Naomi Rambu dari Yayasan Bahtera Sumba mengatakan, selama satu tahun terakhir sekolah-sekolah kesulitan untuk meminta perbaikan infrastruktur, karena anggarannya terserap untuk penanganan Covid-19.

"Ada juga sekolah-sekolah yang diusulkan dan punya anggaran, tapi itu diplotkan untuk penanganan Covid," kata Naomi melalui sambungan telepon.

Lembaga pemerhati pendidikan ini melaporkan 593 ruang sekolah dalam kondisi baik di Sumba Barat. Namun, sebanyak 129 rusak sedang dan 185 rusak berat.

Tahap darurat

Sementara itu, Koordinator Program Yappika-ActionAid, Rokhmad Munawir menyebut kerusakan sekolah di Indonesia sudah masuk tahap darurat.

"Kita, Yappika sendiri menyebut, ini sudah darurat betul karena dari tahun ke tahun nambahnya tak pernah sedikit, bahkan penambahannya cukup signifikan," katanya.

Menurutnya, saat masa pandemi atau pun tidak, setiap anak yang bersekolah di ruang belajar yang rusak berisiko menjadi korban.

"Kalau mau dikatakan siap [pembelajaran tatap muka], ya sebenarnya dengan pertimbangan kerusakan sekolah, itu kalau serta merta dilakukan dalam waktu dekat, memang belum [siap]," tambah Rokhmad.

Yappika-ActionAid mencatat persoalan utama maraknya ruang sekolah yang rusak disebabkan karena bangunan yang sudah tua, tapi tidak disertai dengan perawatan yang memadai.

Selain itu, prioritas rehabilitasi yang tidak merata antara sekolah dekat pusat pemerintahan dan di pelosok. Sekolah dekat pusat pemerintahan cenderung lebih diperhatikan, kata Rokhmad.

Ia juga menilai pemerintah pusat dan daerah belum punya peta jalan perbaikan sekolah, serta sistem perbaikan secara parsial.

Sementara itu, Anwar Razak dari Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menilai korupsi dalam rehabilitasi ikut menyumbang angka kerusakan sekolah. Dalam lima tahun terakhir, Kopel Indonesia menemukan spesifikasi bangunan sebagian sekolah di Kabupaten Bogor tidak sesuai dengan perjanjian kontrak.

"Kami menemukan ada pengurangan tinggi 20cm, dari tinggi bangunan. Dan ada beberapa retak belum diperbaiki," kata Anwar.

Selain itu, lembaga ini menemukan bangunan sekolah yang baru dua tahun direhabilitasi sudah roboh.

"Rapuh temboknya pasirnya berguguran. Dia pakai bata. Kalau dipegang temboknya itu pada berguguran. Tembok itu jadi hancur," tambah Anwar.

Menteri Nadiem siapkan Rp17,7 triliun

Tahun 2021, pemerintah menyediakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk 31.695 satuan pendidikan sebesar Rp17,7 triliun. Anggaran tersebut masing-masing diberikan kepada PAUD Rp398,3 miliar, SD Rp7 triliun, SMP Rp657,8 miliar, SKB Rp110,1 miliar, SMA Rp2,43 triliun, SLB Rp125,3 miliar dan SMK Rp3 triliun.

Dalam sebuah diskusi, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim menyodorkan strategi baru untuk menuntaskan kerusakan sarana dan prasaran pendidikan. Pertama, perbaikan sekolah dilakukan secara tuntas di satu sekolah. Tidak seperti sebelumnya, jatah perbaikan dilakukan per kelas yang rusak per sekolah.

"Artinya bukan cuma pagar-pagar dan pintunya saja atau ruang gedung kelas, tapi secara holistik," kata Nadiem.

Kedua, perbaikan sekolah tak lagi diurus oleh kepala sekolah melainkan lewat kontraktor. Ketiga, Kemendikbud-ristek akan melibatkan Dinas Pekerjaan Umum pemerintah daerah untuk melakukan "assessment kerusakan, dan meningkatkan validitas di atas sarana dan prasarana sekolah."

"Jadi sekarang ada tim profesional yang akan melakukan assessment, evaluasi, dan juga memonitor dan mengevaluasi pekerjaan yang dilaksanakan," kata Nadiem.

Penerapan strategi Menteri Nadiem Makarim akan berkejaran dengan kayu-kayu atap SDN 02 Jampang yang keropos dan siap menghujani ruang kelas. "Takutnya menimpa anak," kata Ihat Solihat, Guru SDN 02 Jampang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI