Suara.com - Isaac El Matari divonis hukuman 7 tahun penjara setelah mengumbar sumpah akan mendirikan serta memimpin Negara Islam Australia, yang menjadi bagian dari teroris ISIS.
Hakim pengadilan di Kota Sydney, Peter Garling, menyebutkan Isaac merupakan sosok yang banyak bicara dan menganggap dirinya sebagai pemimpin ISIS.
Isaac dipulangkan ke Australia dari Lebanon pada Juni 2018 setelah menjalani hukuman sembilan bulan penjara karena mencoba bergabung dengan ISIS.
Saat masih berada dalam pemantauan pihak berwenang hingga tahun 2019, Isaac diketahui berbicara dengan setidaknya dua orang lain tentang rencananya untuk melakukan pemberontakan ISIS di Australia.
Baca Juga: Irak Klaim Tangkap Bendahara ISIS, Amerika Tawarkan Hadiah Rp71 Milyar
Ia juga ingin menjajaki impor senjata api.
Pada satu kesempatan Isaac membeli rompi tempur dan teropong dari toko alat-alat berburu, beberapa saat sebelum dia bersiap melakukan perjalanan ke Afghanistan.
Dalam persidangan terungkap Isaac mengeluhkan sulitnya mendapatkan pendukung di Australia dan membahas rencana yang tidak jelas mengenai serangan teror.
"Saya paham bagaimana menyampaikan pesan politik," kata Isaac dalam sebuah rekaman dari apartemennya di Sydney. Rekaman ini disita aparat dan dijadikan barang bukti di pengadilan.
Dalam persidangan pada hari Senin (11/10) Hakim Peter Garling menyatakan pria berusia 22 tahun itu hanya memiliki "rencana yang sangat umum" dan kemungkinan serangan yang akan dilakukan Isaac "sangat rendah".
"Dalam penilaian saya, pelaku ini banyak sekali bicara dan sedikit bertindak," kata Hakim Garling.
Isaac menerima vonis hukuman maksimal tujuh tahun empat bulan dengan pembebasan bersyarat berlaku setelah lima setengah tahun.
Ia mengaku bersalah telah melakukan persiapan untuk aksi teror dan persiapan memasuki Afghanistan untuk tujuan aktivitas permusuhan
Ia juga mengakui secara sadar menjadi anggota ISIS selama tahun 2019.
Saat mendengarkan vonis dari sel penjara melalui tautan video, Isaac tampak menutupi wajah dengan tangannya dan kemudian melemparkan senyum.
Dalam sebuah surat kepada teman satu selnya yang ditemukan petugas beberapa bulan setelah penangkapannya pada Juli 2019, Isaac terus membual tentang kemampuannya memfasilitasi impor senjata api dan senjata lainnya, termasuk rompi bunuh diri.
Hakim Garling menyebut terdakwa telah terpapar oleh paham radikal sejak berusia sekitar 15 tahun.
"Terdakwa sesumbar untuk melakukan berbagai upaya mendirikan ISIS di Australia, dan sesumbar bahwa dia akan memimpinnya," katanya.
"Seperti yang ditunjukkan dalam sejumlah percakapannya, terdakwa sama sekali tidak tahu bagaimana hal itu akan diwujudkan," ujar Hakim Garling.
Dia menambahkan, pelanggaran yang dilakukan Isaac merupakan hasil dari isolasi sosial, kesehatan mental yang tidak terkendali, pengaruh teman sebaya yang tidak membantu, radikalisasi paham agama, dan "persepsi romantis" tentang kehidupan menurut hukum syariah.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.