Suara.com - Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko menyiapkan tiga saksi dalam kasus fitnah dan pencemaran nama baik yang diduga dilakukan dua peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Primayoga dan Miftah. Ketiga saksi tersebut akan diajukan ke penyidik Bareskrim Polri untuk memperkuat laporan yang dilayangkannya.
Kuasa hukum Moeldoko, Otto Hasibuan mengatakan ketiga saksi-saksi itu merupakan pihak yang menyaksikan langsung video dalam YouTube yang diduga mengandung unsur fitnah dan pencemaran nama baik terhadap kliennya.
"Saksi yang diajukan ya mungkin dua atau tiga orang," kata Otto di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (12/11/2021).
Otto lantas menjelaskan, laporan polisi yang dilayangkan Moeldoko terhadap Primayoga atau Egi dan Miftah merupakan upaya terakhir setelah mereka mengirim tiga kali somasi. Menurutnya, Moeldoko tidak ingin melaporkan kedua peneliti ICW tersebut.
Baca Juga: Kubu Moeldoko soal Satu Pemohon Cabut Gugatan AD/ART Demokrat di MA: Proses Jalan Terus
"Jadi kalau pun Pak Moeldoko ini melakukan laporan, ini sebenarnya sudah terpaksa. Sebenarnya melaporkan ini hal yang tidak diinginkan Pak Moeldoko. Tapi kalau dia tidak dilaporkan berarti benar dong tuduhan mereka itu," katanya.
"Kami dan lain-lain berpendapat bahwa pidana itu adalah upaya terakhir. Dia (Egi dan Miftah) sampai tiga kita ajukan somasi. Supaya panjang waktunya kesempatan untuk mereka minta maaf," imbuhnya.
Dicecar 20 Pertanyaan
Bareskrim Polri telah selesai memeriksa, Moeldoko. Dia diperiksa selaku pelapor Egi dan Miftah.
Pantauan Suara.com, Moeldoko keluar dari Gedung Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sekitar pukul 15.15 WIB. Dia didampingi oleh kuasa hukumnya, Otto Hasibuan.
Baca Juga: Diperiksa Polisi sebagai Pelapor Peneliti ICW, Moeldoko: Ada Sekitar 20 Pertanyaan
Moeldoko menyebut ada sekitar 20 pertanyaan yang diajukan penyidik dalam pemeriksaan kali ini.
"Saya memenuhi panggilan selaku pelapor. Ada kurang lebih 20 pertanyaan," kata Moeldoko.
Mantan Panglima TNI itu menjelaskan kehadirannya memenuhi penggilan penyidik murni selaku warga negara. Dia menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada pihak kepolisian.
"Ya saya selaku warga negara yang baik mengikuti prosedur dan aturan yang telah ditetapkan," katanya.
Polisikan Aktivis Pakai UU ITE
Laporan Moeldoko terhadap Egi dan Miftah telah teregistrasi dengan Nomor: STTL/361/IX/2021/BARESKRIM.
Dalam laporannya Moeldoko mempersangkakan kedua peniliti ICW itu dengan Pasal 45 Ayat 3 Juncto Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE dan atau Pasal 310 dan atau Pasal 311 KUHP.
"Saya hormati lembaga ini lembaga penegak hukum. Saya datang sendiri sebagai warga negara," kata Moeldoko di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (10/9/2021) lalu.
Moeldoko mengemukakan alasan dirinya membuat laporan ini ialah lantaran kedua terlapor tidak menunjukkan itikad baiknya. Padahal, dia mengklaim telah memberikan kesempatan kepada keduanya untuk meminta maaf atas tudingan yang ditujukan kepadanya.
"Tapi sampai dengan saat ini itikad baik saya tidak dilakukan, dengan terpaksa saya selaku warga negara yang punya hak yang sama dengan yang lain, saya lapor," katanya.
Lebih lanjut, mantan Panglima TNI itu juga mengklaim jika dirinya bukanlah pejabat yang anti kritik. Namun menurutnya tudingan yang ditujukan kepadanya oleh terlapor sudah menyangkut persoalan pribadi.
"Moeldoko enggak pernah anti kritik. Kita membuka program di KSP Mendengar, itu orang yang datang ke KSP saya suruh marah-marah gebrak meja biasa aja saya. Nggak ada anti kritik," kata dia.
"Tapi ini lain persoalannya. Ini sudah berkaitan dengan persoalan pribadi yang harus diselesaikan. Saya punya istri punya anak, nanti jadi beban mereka. Saya tidak ingin itu," imbuhnya.
Jawab Somasi
ICW melalui kuasa hukumnya, Muhammad Isnur mengungkapkan jika pihaknya sudah tiga kali menjawab surat somasi yang dilayangkan kuasa hukum Moeldoko. Jawaban atas somasi Moeldoko itu dimaksudkan untuk menerangkan maksud dari hasil penelitiannya soal jejaring dibalik produksi obat Covid-19 Ivermectin.
"ICW sudah berulang kali menjelaskan bahwa hasil penelitian ICW tidak menuding pihak tertentu manapun, terlebih Moeldoko, mencari keuntungan melalui peredaran Ivermectin. Hal itu telah pula kami sampaikan dalam tiga surat Jawaban somasi kepada Moeldoko melalui kuasa hukumnya, Otto Hasibuan," kata Isnur dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Suara.com, Rabu (1/9/2021).
Hal tersebut diupayakan ICW guna menjelaskan bahwa dalam penelitiannya tersebut kerap dituliskan diksi "indikasi" dan "dugaan" sehingga tidak melakukan penuduhan secara langsung terhadap personal. Isnur juga menyebut kalau Moeldoko salah dalam melihat konteks penelitian tersebut.
"Karena yang digambarkan ICW adalah indikasi konflik kepentingan antara pejabat publik dengan pihak swasta, bukan sebagai personal atau individu," tuturnya.
Isnur lantas menerangkan terkait ekspor beras yang terus diungkit oleh pihak Moeldoko. Sebagaimana diketahui, ekspor beras juga ada di dalam penelitian tersebut di mana Moeldoko selaku Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) menjalin kerjasama dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa, perusahaan yang berkaitan dengan Sofia Koswara selaku wakil presiden PT Harsen Lab, pihak produksi Ivermectin.
Di sisi lain, Isnur mengemukakan jika ICW juga sudah meminta maaf atas kekeliruan pernyataan tersebut. Tetapi menurutnya persoalan mis-informasi ini bukan hal utama.
"Sebab, poin krusial yang harus dijelaskan oleh Moeldoko adalah apa motivasinya bertemu atau berkomunikasi dengan Sofia Koswara lalu meminta pengurusan surat izin edar Ivermectin? Apa karena kedekatan Sofia Koswara dengan anaknya karena tergabung dalam perusahaan yang sama? Sebagaimana dalam penelitian ICW," pungkasnya.