Tagar Percuma Lapor Polisi di Twitter, KontraS Ungkap Kasus-kasus yang Diabaikan Polisi

Senin, 11 Oktober 2021 | 20:28 WIB
Tagar Percuma Lapor Polisi di Twitter, KontraS Ungkap Kasus-kasus yang Diabaikan Polisi
Ilustrasi aksi dukungan untuk proses peradilan kasus kekerasan jurnalis. [istimewa]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengungkap kasus-kasus kekerasan yang mangkrak karena disebut tidak ditangani oleh institusi Polri. Hal itu disampaikan KontraS menyusul tagar percumalaporpolisi yang sempat trending di Twitter setelah mencuatnya kasus perkosaan 3 anak dengan terduga pelaku ayah kandungnya sendiri di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.

Kepala Divisi Hukum KontraS, Andi Muhammad Rezaldy lantas mengungkap abainya aparat kepolisian terhadap sejumlah kasus kekerasan ataupun penyiksaan lainnya.

Andy mengatakan kalau tagar percumalaporpolisi itu menjadi upaya kritik dari masyarakat yang selama ini dinilai tidak bekerja dengan baik.

Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldy bicara kasus mangkrak di kepolisian. (tangkapan layar/zoom)
Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldy bicara kasus mangkrak di kepolisian. (tangkapan layar/zoom)

Senada dengan masyarakat, KontraS malah mengalami sendiri bagaimana pihak kepolisian cenderung abai terhadap kasus-kasus kekerasan atau malah menjadi bagian dari tindak penganiyaan.

Baca Juga: Kasus ASN Diduga Perkosa 3 Anak, Polri Bantah Cuma Tunggu Bukti Baru: Kami Bekerja Aktif!

"Sebetulnya dari KontraS sendiri banyak kasus tindakan kekerasan ataupun penyiksaan yang tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya oleh institusi kepolisian begitu yang mana tindak kekerasan atau penyiksaan yang ditempatkan sebagai satu kejahatan ataupun tindak pidana dan kemudian diproses secara harusnya diproses secara pidana tetapi tidak ditindaklanjuti kepada proses peradilan pidana," kata Andy dalam konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube KontraS, Selasa (11/10/2021).

Andy lantas mengajak untuk kembali mengingat kasus-kasus yang dimaksud.

1. Tewasnya Sahbudin Pasca Ditangkap Polisi di Bengkulu

Kasus ini bermula ketika Sahbudin bin Japarudin diduga melakukan penyerangan terhadap salah seorang anggota polisi yang tengah mengamankan pendistribusian logistik pilkada di Provinsi Bengkulu. Sahbudin ditangkap pada 8 Desember 2020.

KontraS sempat mengunggah video yang memperlihatkan Sahbudin dalam kondisi wajah lebam tengah diinterogasi oleh anggota polisi. Namun selang sehari, keluarga mendapatkan kabar kalau Sahbudin telah meninggal dunia.

Baca Juga: Kasus Tiga Anak Diperkosa Ayah Kandung di Lutim, Pengamat: Apakah Betul Tidak Cukup Bukti?

"Jadi Sahbudin ini diduga mengalami penyiksaan begitu yang kemudian berujung kepada kematian sesaat setelah ditangkap oleh polsek dan juga Polres Bengkulu Utara," ujar Andy.

Akibat adanya dugaan penyiksaan, maka pihak kuasa hukum dan KontraS sempat mendesak adanya pemeriksaan terhadap sejumlah anggota kepolisian yang terlibat. Namun sayangnya, aparat kepolisian tidak melanjutkan secara serius.

"Tidak diproses sebagaimana mestinya. Bahwa adanya tindak lanjut atau proses penegakkan hukumnya (memang) iya tapi hanya sebatas proses disiplin ataupun etik," sebutnya.

2. Ditangkap Karena Kasus Narkoba, Hendri Alfred Bakari Tewas Dengan Kepala Dibungkus Plastik

Kasus ini bermula pada Kamis, 6 Agustus 2020 di mana Hendri (38) warga Batam diringkus oleh anggota Polresta Barelang karena kasus narkoba.

Namun dua hari berikutnya, pihak keluarga dihubungi oleh pihak Polresta Barelang untuk segera mendatangi kantor dengan membawa kartu identitas Hendri. Ternyata saat itu Hendri sudah tidak bernyawa.

Hal yang membuat keluarga kaget, mereka melihat jasad Hendri penuh dengan luka lebam serta kepala yang terbungkus plastik.

Temuan itu mendorong tim advokasi KontraS dan beberapa kuasa hukum untuk mengajukan pelaporan kepada beberapa lembaga negara seperti Komnas HAM dan Kompolnas. Kesimpulan dari Komnas HAM membuktikan kalau adanya peristiwa kekerasan terkait upaya penangkapan Hendri.

Memang ada satu anggota kepolisian berpangkat brigadir yang diproses secara etik. Namun tidak dilanjutkan melalui mekanisme peradilan pidana.

Padahal dari KontraS ataupun Komnas HAM sudah mendorong Polresta Balerang untuk memproses anggota kepolisian tersebut ke proses pengadilan pidana.

"Tetapi lagi-lagi tidak ditindaklanjuti oleh institusi kepolisian. Jadi sebetulnya ada upaya dalam tanda kutip melindungi anggota kepolisian yang diduga melakukan penyiksaan," tuturnya.

3. Polisi Tidak Tindaklanjuti Kasus Kematian Dani Susanda

KontraS menjadi kuasa hukum dari Dani Susanda bin Rahmat, korban penyiksaan dan rekayasa kasus aparat atas tuduhan turut serta melakukan tindak pidana pembunuhan berencana di Tasikmalaya pada 2014 lalu. Andy menuturkan kalau Dani diduga mengalami penyiksaan saat menjalani pemeriksaan sekaligus ada dugaan penghilangan barang bukti dengan mengarah pada adanya dugaan rekayasa kasus.

"Jadi berdasarkan temuan kami sebetulnya kasus Dani Susanda ini merupakan korban salah tangkap yang kemudian sampai saat ini kami masih berproses di Mahkamah Agung menunggu putusan," tutur Andy.

KontraS sempat melaporkan soal dugaan penyiksaan dan dugaan penghilangan barang bukti ke Mabes Polri sekitar 2019. Setidaknya KontraS menyambangi Mabes Polri hingga 3 kali beserta dengan keluarga korban.

Namun tidak ada penyambutan hangat bagi mereka dari pihak kepolisian. Menurutnya, saat ada yang hendak mengajukan pelaporan, maka polisi sedianya bisa membuat satu laporan sekaligus membuka mekanisme penyelidikan atau penyidikan.

"Tetapi nyatanya bahwa kami tidak kunjung begitu dibuat laporan polisi dan bahkan kami dipingpong ke beberapa institusi, salah satunya kami diminta untuk bersurat kepada kapolri," tuturnya.

Padahal menurut Andy anggota kepolisian yang berada di bawah Kapolri seharusnya menindaklanjuti kasus sebagaimana mestinya hingga ke proses peradilan pidana. Akan tetapi pihak kepolisian tidak menindaklanjutinya.

"Padahal kami sudah membawa keluarga korban dan juga satu bukti petunjuk dari kasus tersebut yang bisa ditelusuri oleh aparat kepolisian tetap tidak melihat bukti petunjuk atau keterangan dari para korban itu untuk membuat satu laporan polisi dan kemudian membuka penyidikan ataupun penyelidikan."

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI