Suara.com - Kasus dugaan pencabulan yang dilakukan ayah terhadap tiga anaknya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan viral. Kasus ini ramai diperbincangkan di media sosial usai ibu korban mencari keadilan karena kasusnya dihentikan oleh penyidik Polresta Luwu Timur.
Belakangan, Polri menjelaskan bahwa kasus yang terjadi pada tahun 2019 itu dihentikan karena penyidik tak menemukan bukti kuat.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai viralnya kasus ini buntut tidak adanya transparansi dari pihak kepolisian. Padahal, kata Bambang, jika pihak kepolisian sedari awal terbuka atau bahkan turut melibatkan pihak eksternal dalam membantu penanganan kasusnya, tak akan terjadi hal semacam ini.
"Bila polisi transparan dan melibatkan pihak eksternal, tentu penjelasan kepolisian bisa diterima semua pihak. Menjadi viral, karena selain lambat penanganannya, juga tidak transparan sejak awal," kata Bambang kepada wartawan, Jumat (8/10/2021).
Baca Juga: Bupati Luwu Timur: Kapolres dan Dinas Sosial Akan Kunjungi Anak Diduga Korban Pencabulan
Di sisi lain, Bambang menilai viralnya kasus ini juga buntut dari minimnya responsibilitas dan semangat tranparansi yang berkeadilan sebagaimana yang diangankan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Menurutnya, jika aparat kepolisian responsif, penanganan kasus tersebut tidak akan berlarut-larut.
"Bila responsibilitas polisi itu tinggi, kasus menyangkut dugaan kekerasan seksual itu tak akan berlarut-larut penanganannya," katanya.
Viral
Kasus dugaan pencabulan ini kembali viral usai ibu kandung korban berinisial RS mencoba mencari keadilan. Bahkan tagar #PercumaLaporPolisi sempat ramai buntut dihentikannya kasus ini dengan dalih tak ada bukti kuat.
Kasus ini awalnya dilaporkan oleh RS ke Polres Luwu Timur pada 9 Oktober 2019.
Baca Juga: Deretan Fakta Baru Kasus Pemerkosaan 3 Anak di Luwu
Ketika itu, RS melaporkan mantan suaminya atas dugaan pencabulan terhadap ketiga anaknya.
Aparat kepolisian sempat memeriksa sejumlah saksi. Hingga korban dilakukan Visum Et Repertum di Puskesmas Malili, Luwu Timur.
Namun mereka mengklaim tidak menemukan adanya bukti tindak pidana pencabulan tersebut.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta Kapolda Sulawesi Selatan dan Kapolres Luwu Timur untuk transparan menjelaskan penghentian kasus ini. Dia juga meminta Propam untuk turut dilibatkan.
"Kapolres dan Kapolda harus bisa menjelaskan alasan di balik keputusan ini, kalau perlu libatkan Propam. Jangan sampai kita melenggangkan tindak pidana kekerasan seksual seolah ini adalah masalah ringan,” ujar Sahroni.