Suara.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya menyetujui pemberian amnesti kepada Dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Dr Saiful Mahdi. Persetujuan itu diambil melalui rapat paripurna DPR RI menyusul dibacakannya surat dari Presiden Jokowi terkait hal tersebut.
Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar selaku pimpinan rapat parpurna menyampaikan bahwa DPR telah menerima surat presiden tertanggal 29 September 2021 perihal permintaan pertimbangan atas permohonan amnesti Saiful Mahdi.
"Isi surat tersebut antara lain bahwa yang bersangkutan, yaitu Saiful Mahdi telah terpidana dan dijatuhi pidana selama 3 bulan dan didenda sebanyak Rp 10 juta subsider pidana kurangan 1 bulan. Sebab dipermasalahkan melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak mendistrubusikan, mentrasmisikan, dan membuat dapat diaksesnya infrormasi elektronik yang memiliki muatan pencemaran nama baik sebagaimana dakwaan tunggal penuntut umum," tutur Muhaimin dalam rapat paripurna, Kamis (7/10/2021).
Dalam suratnya, Presiden Jokowi mengajukan permintaan pertimbangan atas rencana pemberian amensti kepada Saiful Mahdi sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 2 UUD 1945.
Baca Juga: DPR Gelar Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang Sebelum Reses
"Sehubungan dengan keterbatasan waktu, urgensi surat tsersebut dan mengingat DPR akan memasuki masa reses saya meminta persetujan dalam rapat paripurna hari ini terhadap permintaan pertimbangan presiden kepada DPR RI tersebut. Apakah permintaan amnesti tersebut sebagaimana surpres dapat kita setujui?" tanya Muhaimin yang dijawab setuju sidang Dewan.
Persetujuan dari DPR terhadap pemberian amnesti untuk Saiful Mahdi itu akan dijawab kembali melalui surat yang ditujukan untuk Presiden Jokowi.
"Selanjutnya diberi jawaban surat tertulis dari DPR RI kepada presiden," kata Muhaimin.
Presiden Setuju Amnesti Saiful Mahdi
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebutkan kalau Presiden Joko Widodo (Jokowi) setuju memberikan amnesti kepada Dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Dr Saiful Mahdi. Namun proses amnesti masih berlanjut dengan meminta pertimbangan ke DPR RI.
Baca Juga: Digembleng di Pusdiklatpassus Kopassus, Pasukan Komcad Harus Siap Perang
Sebelum Jokowi memberikan amnesti, Mahfud telah berkomunikasi dengan istri Saiful Mahdi serta pengacaranya pada 21 September 2021.
Setelah itu, ia melangsungkan rapat dengan pimpinan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan pimpinan Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Saya katakan kita akan mengusulkan kepada Presiden untuk memberikan amnesti kepada Saiful Mahdi. Lalu tanggal 24 saya lapor ke Presiden, dan bapak Presiden setuju untuk memberikan amnesti," kata Mahfud di Jakarta, Selasa (5/10/2021).
Surat presiden sendiri sudah dikirimkan ke DPR RI pada 29 September 2021. Dalam surat itu, Jokowi meminta pertimbangan terkait amnesti yang diberikan untuk Saiful Mahdi.
Langkah Jokowi tersebut mengikuti aturan Pasal 14 Ayat 2 Undang-undang Dasar 1945, yakni presiden harus mendengarkan DPR terlebih dahulu apabila mau memberikan amnesti dan abolisi.
"Nah, sekarang kita tinggal menunggu, dari DPR apa tanggapannya, karena surat itu mesti dibahas dulu oleh Bamus, lalu dibacakan di depan Sidang Paripurna DPR, jadi kita tunggu itu. Yang pasti, dari sisi pemerintah, prosesnya sudah selesai," ujarnya.
Ia mengklaim pemerintah bekerja cepat dalam kasus ini karena sudah berkomitmen untuk tidak terlalu mudah menghukum orang.
“Kita kan inginnya restorative justice dan ini kasusnya hanya mengkritik, dan mengkritik fakultas bukan personal, karena itu menuut saya layak dapat amnesti, makanya kita perjuangkan."
Sebelumnya, sebanyak 50 organisasi masyarakat sipil (OMS) di Aceh mengirimkan surat dukungan ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Mereka meminta pemberian amnesti untuk dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Dr Saiful Mahdi yang dipenjara dalam kasus kasus pencemaran nama baik.
"Pengajuan permohonan amnesti ke Presiden ini merupakan bentuk keprihatinan masyarakat sipil Aceh terhadap Dr Saiful Mahdi yang dipenjara tepat di hari pendidikan," kata Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Aceh Riswati, melansir Antara, Jumat (17/9/2021).
Sesuai dengan hasil Kasasi Mahkamah (MA) yang menguatkan putusan PN Banda Aceh, Saiful Mahdi harus menjalani hukuman penjara selama tiga bulan dan denda Rp 10 juta, karena kritikannya di grup WhatsApp internal USK tentang hasil tes CPNS dosen Fakultas Teknik kampus tersebut.
Kejaksaan Negeri Banda Aceh menentukan Saiful Mahdi menjalani pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banda Aceh di Lambaro, Aceh Besar.