Suara.com - Menteri Pertahanan Taiwan Chiu Kuo-cheng pada Rabu (6/10/2021) memberikan pernyataan bahwa China dapat melakukan invasi skala penuh ke negara mereka pada 2025.
Mengutip CNN, Kamis (7/10/2021), pernyataan tersebut muncul setelah China mengirim 150 pesawat tempur, termasuk jet tempur dan pembom berkemampuan nuklir, ke Zona Identifikasi Pertahanan Udara Taiwan sejak 1 Oktober 2021.
“Sehubungan dengan melakukan serangan ke Taiwan, mereka saat ini memiliki kemampuannya. Tetapi (China) harus membayar harganya,” kata Chiu Kuo-cheng kepada wartawan Taiwan, Rabu kemarin.
Namun, Chiu berpendapat pada tahun 2025, harga itu akan menjadi lebih rendah dan China akan dapat melakukan invasi skala penuh.
Baca Juga: Taiwan Tanpa Kekuatan Terbaik, Timnas Indonesia Pantang Anggap Remeh
Kantor berita Taiwan Central News Agency (CNA) melaporkan pada pertemuan parlemen, Rabu waktu setempat, Chiu menggambarkan ketegangan militer lintas selat sebagai ketegangan yang paling serius dalam lebih dari 40 tahun sejak ia bergabung dengan militer.
Pada pertemuan itu, militer Taiwan menyerahkan laporan kepada anggota parlemen yang mengatakan kemampuan anti-intervensi dan blokade China di sekitar Selat Taiwan akan matang pada 2025.
Anggota parlemen juga meninjau anggaran pertahanan khusus senilai 8,6 miliar dollar Amerika untuk senjata buatan sendiri, termasuk rudal dan kapal perang.
Berbicara kepada wartawan setelah pertemuan itu, Chiu mencatat bahwa Taiwan belum membuat langkah apa pun untuk memprovokasi serangan sebagai tanggapan atas serangan udara China.
"Kami akan melakukan persiapan secara militer. Saya kira militer kami seperti ini - jika kami perlu berperang, kami akan berada di garis depan," ujarnya.
Baca Juga: 4 Alasan Evan Dimas Harus Jadi Pemain Utama di Laga Melawan Taiwan
Taiwan dan China daratan telah diperintah secara terpisah sejak berakhirnya perang saudara lebih dari tujuh dekade lalu, di mana Nasionalis yang kalah melarikan diri ke Taipei.
Namun, Beijing memandang Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayah mereka, walaupun Partai Komunis China tidak pernah memerintah pulau demokratis berpenduduk sekitar 24 juta orang itu.
Beijing telah menolak untuk mengesampingkan kekuatan militer untuk menangkap Taiwan jika perlu.
China menyalahkan “kolusi” antara Taiwan dan Amerika Serikat karena meningkatnya ketegangan lintas selat.
“AS telah membuat langkah-langkah negatif dengan menjual senjata ke Taiwan dan memperkuat hubungan resmi dan militer dengan Taiwan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, Senin (4/10/2021).
“Termasuk peluncuran rencana penjualan senjata senilai 750 juta dollar ke Taiwan, pendaratan pesawat militer AS di Taiwan, dan seringnya kapal perang AS berlayar melintasi Selat Taiwan," pungkas Hua. (Jacinta Aura Maharani)