Suara.com - Hartono Prasetya alias Toni (64), warga Taman Permata Buana, Kembangan, Jakarta Barat mengaku menjadi korban persekusi yang diduga dilakukan oleh pihak RW setempat setelah sempat memprotes kebisingan. Peristiwa itu terjadi pada Jumat (26/3/2021), sekitar pukul 08.00 WIB. Saat kejadian, Toni mengaku sedang berolahraga di rumahnya. Kemudian, tiba-tiba bel rumahnya berbunyi.
“Saya lihat kok banyak orang di (depan) rumah, saya bingung, saya samperin,” kata Toni saat ditemui Suara.com di Kembangan, Jakarta Barat, Rabu (6/10/2021).
Menurutnya ada sekitar 20 orang yang menunggu di depan rumahnya. Namun di antaranya ada beberapa pria yang dikenalinya.
“Yang saya tahu ada RW, wakil RW, sejumlah RT, ada pihak kelurahan, Satpol PP, Dinas Perhubungan. Terus ada orang yang enggak saya kenal,” kata Toni.
Baca Juga: Polisi Tetapkan Kepala Satpam Kompleks di Kembangan Sebagai Tersangka Pungli
Sampai di depan pagar rumahnya, dia diminta untuk membuka pintu. Toni pun mempertanyakan maksud kedatangan mereka. Menurut Toni, kedatangan warga itu untuk menindaklanjuti surat Toni ke Wali Kota Jakarta Barat.
“Surat saya emang isinya apa? Saya bilang, kalian disuruh siapa kalian tanya dong, orang yang nyuruh. Mereka bilang, cepat buka pintu saja lah,” ujar Toni mengingat peristiwa itu.
Karena merasa mengenal sejumlah orang, Toni masuk ke dalam rumahnya untuk mengambil kunci, karena pagarnya terkunci.
“Waktu saya, baru sampai di dalam rumah, itu udah pada (pagar) rumah saya di-gedor-gedorin. Digoyang-goyangin , saya diteriaki. Itu bel di-pencet-pencet sampai tang-teng- tong (berkali-kali),” ujar Toni.
Pada saat itu, istri Toni sampai gemetaran karena ketakutan. Diketahui, Toni hanya tinggal berdua dengan istrinya yang sudah berusia 61 tahun.
Baca Juga: Kronologi Emak-emak Ribut Lawan Satpam Komplek di Kembangan
“Mereka juga teriak keluar lu, dibentak gitu. Itu istri saya sampai gemetaran enggak bisa ngapa-ngapain lagi,” kata Toni.
Lapor Polisi
Karena merasa kedatangan puluhan orang itu tidak benar, Toni sempat mengirimkan pesan ke kepolisian meminta perlindungan.
“Saya sempat lapor ke kapolsek, ini rumah saya dikerumuni orang nih pak. Saya minta perlindungan, pak kapolseknya hanya bilang dipantau 87. Udah gitu, enggak ada yang datang sama sekali,” ujar Toni.
Setelahnya Toni, kembali keluar menemui orang-orang itu.
“Mereka marah-marah, katanya mereka, kami kan untuk menindak lanjuti surat bapak. Nah saya bilang, loh kamu mau minta pintu ini buka, kamu mau masuk, pintu ini dikunci. Kamu sudah marah-marah sebelumnya,” ujarnya.
Emosi hingga Badan Gemetar
Karena menilai keadaan yang sudah tidak kondusif, Toni hanya berpikir bagaimana orang-orang tersebut meninggalkan rumahnya. Hingga akhirnya terjadi negosiasi, memutuskan melakukan pertemuan di Kantor Kelurahan keesokan harinya.
“Saya terus terang gemetaran tahan marah, gemetaran kesal, emosi sekali,” imbuh Toni.
Namun setelah membubarkan diri, Toni mengaku mendapati informasi ada sejumlah tulisan di kardus yang berbunyi pesan memintanya untuk pergi dari tempat tinggalnya.
“Usir Toni Dari Permata Buana,” bunyi tulisan itu. Dan juga pesan, “Tinggal di Hutan Kalau Mau Sepi dan Tidak Mau Bersosialisasi dengan Tetangga dan Warga.”
Atas peristiwa yang dialaminya Toni pun telah melapor ke Polres Metro Jakarta Barat, dengan nomor laporan TBL/188/III/2021/PMJ/Restro Jakbar tertanggal 3 Maret 2021.
Berkirim Surat ke Wali Kota Jakarta Barat
Sebelum kejadian itu, Toni mengaku, dia bersama 9 orang warga lainnya berkirim surat ke Wali Kota Jakarta Barat, meminta agar arus lalu lintas di Jalan Pulau Panjang Blok C12, depan rumahnya di atur. Dia mengaku terganggu dengan banyaknya kendaraan yang melintas setiap hari.
“Dengan Hormat, Kami warga di Jalan pulau Panjang, Taman Permata Buana, amat keberatan dengan pengaturan lalu lintas yang ada sekarang. Dengan pengaturan sekarang di jalan ini amat banyak kendaraan yang lewat.
Kendaraan-kendaraan lewat di Jalan Pulau Panjang karena jalan-jalan yang lain, ada yang dijaga untuk menghadang kendaraan yang masuk atau ada yang diportal tak bisa dilalui sama sekali.
Sebagian besar, kendaraan baik roda dua, roda empat, truk pengangkut puing maupun truk pengangkut semen dan truk pengangkut beton, dilewatkan pada satu jalan ini.
Sehingga bagi kami yang tinggal di Jalan Pulau Panjang kadang sulit untuk keluarkan mobil, karena ramainya arus dari arah kiri dan kanan jalan. Untuk keamanan juga amat sulit terkontrol karena banyaknya kendaraan yang keluar masuk. Ditambah lagi pada musim pandemi ini banyak kendaraan sehingga kemungkinan penyebaran COVID-19 lebih besar.
Besar harapan kami Bapak Wali Kota dapat membantu menyelesaikan masalah di Jalan pulau Panjang. Untuk perhatian Bapak Wali Kota, kami ucapkan banyak-banyak terima kasih. Hormat Kami Warga di Jalan Pulau Panjang,” isu surat tersebut yang diperoleh Suara.com.
Setelah surat dikirimkannya, dan sebelum adanya dugaan persekusi itu, diakui Toni ada beberapa portal di Perumahan Taman Permata Buana yang dibongkar. Dia pun dituding menjadi penyebab pembongkaran itu, karena ada beberapa RT yang bertanya kepadanya terkait hal tersebut.
“Saya bingung, saya enggak pernah minta portal dibongkar,” kata dia.
Saat dugaan persekusi itu terjadi, juga ada beberapa orang yang menuding menjadi biang kerok pembongkaran portal.
Protes Rumah Keberisikan
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Kompol Joko Dwi Harsono mengakui jika Toni sempat membuat laporan polisi atas adanya kejadian tersebut pada Maret 2021 lalu. Namun hingga kekinian pihaknya masih mendalami ada atau tidaknya unsur pidana di balik peristiwa tersebut.
"Ya kita objektif aja kalau memang belum dapet unsur pidananya ya kita belum bisa sampaikan status (hukumnya)," kata Joko kepada wartawan, Selasa (5/10/2021) malam.
Menurut Joko, peristiwa ini sendiri berawal ketika Toni protes ke RT, RW, Lurah, hingga Camat setempat karena rumahnya merasa kebisingan. Selanjutnya, pejabat setempat mencoba menemui Toni untuk berdiskusi atas protesnya itu.
"Tapi orangnya nggak mau keluar pas didatangin mau di ajak diskusi, 'ini kenapa komplain? Kenapa gitu? Itu kan emang jalan umum'," tuturnya.
Berkenaan dengan itu, Joko mengaku belum menemukan adanya dugaan tindak pidana persekusi dalam peristiwa tersebut.
"Soalnya wajar si tokohnya mau datang, pejabatnya mau datang kan mau konfirmasi apa yang mau di komplain? Tapi dia yang komplain sendiri nggak mau diajak keluar, nggak mau diajak diskusi," pungkasnya.