Suara.com - Massa aksi dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) kecewa lantaran tidak bisa menggelar unjuk rasa simbolik di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) terkait satu tahun Omnibus Law - Cipta Kerja, Rabu (6/10/2021). Sehingga massa hanya berorasi sambil membentangkan poster tuntutan di kawasan Patung Kuda.
Perwakilan BEM SI, Teja Kusuma menyebut, jika merujuk pada undang-undamg tentang penyampaian pendapat di muka umum, aksi unjuk rasa bisa hingga sore hari. Namun, pada kenyataannya, aksi BEM SI yang baru berlangsung lima menit langsung dibubarkan polisi.
"Tapi hari ini baru sampai di depan patung kuda, lima menit langsung diusir seperti itu. Dan ini sangat mengecewakan sekali bagi kami," kata mahasiswa Universitas Andalas Kota Padang tersebut.
Padahal, sempat terjadi proses negosiasi antara aparat kepolisian dengan massa aksi. Teja menyebut, pihaknya meminta waktu satu jam untuk menyampaikan aspirasi dan langsung bergerak ke Gedung MK.
Baca Juga: Dibubarkan Polisi, Ini Tuntutan BEM SI saat Demo Setahun Omnibus Law - UU Cipta Kerja
"Tadi kami negosiasi di sana (Patung Kuda) minta satu jam untuk menyampaikan aspirasi. Setelah itu, kami minta ke Gedung MK untuk menyampaikan tuntutan dan kajian kami," sambungnya.
Tuntutan
Dalam selebaran tuntutan yang dibacakan BEM SI menyebut, Ombibus Law - UU Cipta kerja berujung pada penolakan dari elemen masyarakat. Tidak hanya itu, pengesahan Omnibus Law - UU Cipta kerja juga berujung pada aksi unjuk rasa dan demonstrasi yang dilakukan secara sporadis di berbagai wilayah.
BEM SI mengecam segala tindakan yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR RI yang mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Mereka juga mendesak majelis hakim MK untuk menerima dan mengabulkan segala permohonan yang berkaitan dengan cacat formill dan cacat materill dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
BEM SI juga mengecam segala bentuk tindakan pembungkaman pendapat terhadap aksi yang dilakukan oleh elemen masyarakat di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Halau Massa BEM SI di Patung Kuda, Polisi Bubarkan Demo Setahun Omnibus Law-UU Cipta Kerja
Selain Omnibus Law, kata dia BEM SI juga baal mengawasi kebijakan-kebijakan di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Teja Kusuma menyampaikan, masalah - masalah yang akan diawasi oleh mahasiswa tidak hanya Omnibus Law melainkan terus mengawasi masa bakti Presiden RI hingga kini.
"Kami ke depannya dari BEM SI selalu kawal masalah masalah di Indonesia. Bukan hanya saja Omnibus Law," kata Teja saat aksi Demo.
Menurutnya, para mahasiswa juga akan menyingkapi berbagai isu lainnya untuk disuarakan saat 20 Oktober mendatang, bertepatan dengan tujuh tahun rezim Jokowi.
"Sampai nanti di tanggal 20 Oktober itu 7 tahun rezim Jokowi. Nanti kita akan angkat berbagai isu yang ada. Bukan saja Omnibus Law," lanjutnya.
Dibubarkan Alasan PPKM
Pantauan di lokasi, massa aksi yang semula berorasi sambil membentangkan sejumlah poster tuntutan diarahkan polisi menuju Gedung Indosat. Tepat pukul 11.38 WIB, polisi langsung membubarkan massa aksi.
Pembubaran terhadap massa aksi juga berlangsung secara damai. Polisi dan massa bernegosiasi hingga akhirnya aksi dibubarkan.
Aksi simbolik yang digelar BEM SI semula direncanakan berlangsung di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Aksi simbolik itu juga berbarengan dengan persidangan uji materiil dan formiil atas UU Cipta Kerja.
Hanya saja, langkah massa aksi hanya tertahan di kawasan Patung Kuda. Akhirnya, massa aksi melakukan orasi sambil mendendangkan sejumlah lagu perjuangan di sana.
Di samping itu, aparat kepolisian melalui pengeras suara yang berada di mobil Raisa terus meminta agar massa aksi membubarkan diri. Alasan PPKM yang masih diterapkan di Ibu Kota terus diserukan oleh aparat kepada massa aksi.
"Massa aksi harap membubarkan diri, Jakarta masih menerapkan PPKM Level 3. Penyampaian pendapat di muka umum saat ini tidak tepat."
Bahkan, kepolisian sampai menerjunkan petugas dengan APD lengkap. Lewat pengeras suara pula, kepolisian juga meminta agar massa aksi tidak berkerumun di tengah pandemi Covid-19.
Namun pada kenyataannya, jumlah massa aksi tidak terlalu banyak. Justru personel kepolisian berjumlah lebih banyak dari pada massa aksi. (Raihan Hanani)