Suara.com - Masih tersimpan luka di hati para Jemaah Ahmadiyah Indonesia atau JAI pasca masjid mereka di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Sintang, Kalimantan Barat dirusak oleh ratusan orang beberapa waktu lalu. Belum kering luka tersebut, mereka dipaksa oleh kepala daerah setempat untuk membongkar masjidnya sendiri dengan alasan tidak memiliki izin mendirikan bangunan/IMB.
Perwakilan Tim Hukum JAI, Fitria Sumarni menceritakan kalau pengurus JAI di sana menerima surat dari pelaksana tugas Bupati Sintang, Sudiyanto pada 14 September 2021. Surat yang dibuat pada 8 September 2021 itu berisikan perihal pembongkaran bangunan tanpa izin yang difungsikan sebagai tempat ibadah.
"Pada intinya Plt Bupati menyampaikan bahwa Masjid Miftahul Huda itu tidak berizin sehingga kemudian bupati merasa dengan kewenangannya bisa memberikan sanksi berdasarkan Perda Kabupaten Sintang Nomor 8 Tahun 2010 yang sanksinya adalah pembongkaran," kata Fitria dalam konferensi pers yang ditayangkan melalui YouTube Komnas Perempuan, Selasa (5/10/2021).
Fitria menyebutkan kalau para anggota JAI kaget saat menerima surat tersebut dan merasa prihatin ketika masjid yang dibangun dengan uang sisihan hasil bekerja mereka lantas harus dibongkar. Belum lagi mereka masih merasakan trauma akibat penyerangan oleh orang yang jumlahnya hingga ratusan.
Baca Juga: Kronologis Pendeta Diduga Ikut Korupsi di Sintang Hingga Dalih Pemberangkatan ke Yerusalem
"Belum hilang rasa trauma akibat penyerangan dan perusakan masjid yang mereka impikan yang mereka bangun secara swadaya. Yang mereka bangun dengan menyisihkan penghasilan mereka sebagai pedagang, petani, penghasilannya setiap bulan mereka sisihkan untuk membangun masjid, masjid yang dengan penuh cucuran keringat dan air mata," ujarnya.
Dalam surat tersebut, plt Bupati memerintahkan kepada pengurus JAI untuk melakukan pembongkaran masjid Miftahul Huda sendiri dalam kurun waktu 30 hari sejak menerima surat. Apabila pembongkaran tidak dilakukan dalam batas waktu yang ditentukan, maka pihak Pemkab lah yang akan melakukannya.
Sebenarnya pihak dari pengurus JAI sudah menyampaikan keberatan secara tertulis kepada plt Bupati Sudiyanto. Surat itu juga diteruskan kepada lembaga lain seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Menko Polhukam, hingga melakukan pengaduan ke Ombudsman RI.
Akan tetapi surat itu belum juga mendapatkan balasan dari pihak Pemkab Sintang. Di sisi lain, Fitria menyinggung soal IMB yang menjadi alasan Plt Bupati Sudiyanto yang meminta Masjid Miftahul Huda dibongkar. Setelah mencari tahu, ternyata IMB itu bukan sesuatu hal yang terlalu penting di daerah sana.
Pasalnya, banyak bangunan-bangunan lain termasuk perkantoran yang tidak memiliki IMB namun tidak mendapatkan sanksi. Terlebih Masjid Miftahul Huda bukanlah sebuah bangunan yang baru.
Baca Juga: Korupsi Dana Hibah Pembangunan Gereja di Sintang, 2 Anggota Dewan Dijebloskan ke Penjara
Sejak dibangun pada 2007 hingga 2020, tidak ada satupun dari pihak pemerintahan yang menyampaikan kepada pengurus JAI perihal perizinan bangunan.
"Sehingga menurut kami patut diduga sebagai suatu mal administrasi dan tentu saja cacat hukum tidak seusai prosedur dan kami meminta agar Ombudsman RI bisa mengawal kasus ini dan semoga bisa dibatalkan agar tidak dilaksanakan apa yang pemkab ancamkan," tuturnya.
Diserang Usai Salat Jumat
Diketahui Masjid Ahmadiyah di Kecamatan Tempunak, Sintang, Kalimantan Barat dirusak oleh ratusan orang pada Jumat (3/9/2021). Massa yang datang dan menghancurkan masjid, menggunakan berbagai alat mulai dari kayu, bambu, hingga batu.
Masjid itu merupakan tempat ibadah milik Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). Bangunan masjid terletak di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Sintang, Kalimantan Barat.