Suara.com - Di tengah perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 TNI pada Selasa (5/10/2021), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengungkap 54 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota TNI. Rentetan peristiwa itu membuktikan langgengnya budaya kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI.
Laporan tersebut berdasarkan pemantauan KontraS selama Oktober 2020 hingga September 2021. Bentuk kekerasan yang dominan yakni penganiayaan sebanyak 31 peristiwa, 9 peristiwa penembakan, 6 peristiwa penyiksaan dan intimidasi, tindakan tidak manusiasi 5 peristiwa, 2 penculikan 2 peristiwa serta 1 peristiwa penangkapan sewenang-wenang.
Pada umumnya, korban dari rentetan peristiwa tersebut merupakan masyarakat sipil di mana di dalamnya terdapat jurnalis dan aktivis.
KontraS menganggap peristiwa kekerasan tersebut mencerminkan gagalnya TNI sebagai alat pertahanan negara untuk menjalankan fungsinya dengan benar.
Baca Juga: Usut Laporan Menteri Luhut, Polisi Periksa Haris Azhar dan Fatia KontraS Pekan Depan
"Berbagai peristiwa kekerasan yang ditemukan menunjukkan besarnya ketimpangan relasi kuasa antara aparat TNI dengan masyarakat sipil," kata Wakil Koordinator Kontras Rivanlee Anandar dalam keterangan tertulis, Selasa (5/10/2021).
"Kewenangan, sumber daya, hingga penggunaan senjata yang dilakukan oleh aparat TNI tidak disertai dengan upaya profesionalisme sepenuhnya dari institusi TNI sehingga dalam beberapa kasus justru berujung pada arogansi tentara terhadap masyarakat sipil," sambungnya.
Kemudian, KontraS juga menemukan peristiwa kekerasan tersebut terjadi di 20 provinsi di Indonesia. Papua menjadi wilayah paling dominan terjadinya kekerasan.
Hal tersebut sejalan dengan penurunan atau penambahan pasukan di tanah Papua sejak kelompok kriminal bersenjata (KKB) ditetapkan sebagai organisasi teroris.
"Provinsi Papua merupakan provinsi dengan tingkat kekerasan yang tinggi oleh TNI; kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh institusi TNI terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain penembakan, penganiayaan, penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi yang dilakukan oleh aparat TNI," ujarnya.
Baca Juga: Luhut ke Haris Azhar dan KontraS: Ayo Buka di Pengadilan
Sementara itu, matra Angkatan Darat masih menjadi pelaku yang paling dominan dari peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM. Itu menurut KontraS seharusnya bisa menjadi pemicu untuk melakukan internal evaluasi terhadap penerapan sistem komando teritorial di Indonesia.
"Khususnya pengawasan terhadap perilaku aparat TNI di lapangan, serta penerapan sanksi yang pasti dan adil pada setiap pelaku pelanggaran HAM di institusi TNI."