Setahun Omnibus Law: Karpet Merah Bagi Oligarki Eksploitasi Sumber Daya Alam

Selasa, 05 Oktober 2021 | 11:43 WIB
Setahun Omnibus Law: Karpet Merah Bagi Oligarki Eksploitasi Sumber Daya Alam
Aktivis Greenpeace berujuk rasa samberi membawa "Monster Oligarki" di depan gedung DPR. (Suara.com/Novian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Greenpeace Indonesia menyoroti proyek strategis nasional yang kian mudah melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam. Kemudahan itu dipandang karena dampak keberadaan Omnibus Law Cipta Kerja.

Arie Rompas, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia mengevaluasi satu tahun dampak Omnibus Law sejak disahkan. Ia memandang bahwa dengan Omnibus Law, oligarki semakin merenggut hak-hak masyarakat.

"Ya selama satu tahun ini selain dengan kebijakan-kebijakan tadi yang sudah mereduksi perlindungan lingkungan dan perlindungan sosial juga proyek-proyek strategis nasional diberikan karpet merah untuk mengeksploitasi sumber daya alam, itu juga sudah mulai terjadi," kata Arie dalam aksi damai di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (5/10/2021).

Misalnya kata Arie ialah kasus Wadas. Proyek Strategis Nasional di sana kemudian telah merampas hak-hak ruang hidup di desa Wadas.

"Kemudian juga misalnya penegakan hukum Bupati Sorong telah mencabut izin sawit di sana tapi kemudian digugat oleh pengusaha karena menggunakan omnibus law," ujar Arie.

Arie juga menyoroti program pemerintah yang mengembangkan lumbung pangan nasional atau food estate di Kalimantan. Ia mengatakan bahwa semua proyek nasional itu terkesan diberi keleluasaan untuk membuka hutan di Kalimantan Tengah yang tentu saja hal itu akan memicu dampak terhadap lingkungan.

Terpisah, dalam keterangan tertulisnya Arie mengatakan bahwa satu tahun pasca UU Ciptaker disahkan, beberapa konflik lahan yang melibatkan masyarakat melawan perusahaan telah muncul ke permukaan.

Okupansi lahan warga terang-terangan dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan UU Ciptaker. Bupati Sorong misalnya, ia digugat tiga perusahaan sawit karena mencabut izin.

"Konflik-konflik ini memicu kemarahan publik, karena alih-alih mendatangkan investasi yang menguntungkan masyarakat setempat, justru penghidupan masyarakat setempat dan kelestarian lingkungan yang menjadi taruhannya,” kata Arie.

Baca Juga: Simbolkan Jahatnya Omnibus Law, Greenpeace Bawa Monster Oligarki Berbentuk Gurita ke DPR

Greenpeace Indonesia memandang kerusakan lingkungan hidup, hilangnya hak rakyat khususnya masyarakat adat, perempuan, dan kelompok rentan, serta ancaman terhadap proses demokrasi adalah dampak dari menguatnya kekuatan ekonomi-politik Oligarki di Indonesia. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI