"Sepertinya kita melakukan hal-hal itu selama seminggu. Dan mereka melakukan apa yang anak-anak akan lakukan selama dua tahun. Dan kemudian saya tersadar bahwa mereka adalah anak-anak. Tapi anak-anak yang sangat, sangat cepat," sambungnya.
Perbedaan utamanya, menurutnya, adalah terletak pada mesin, bahkan pada tingkat kecerdasan yang sangat dasar memiliki potensi untuk belajar dengan sangat cepat.
"Kenyataannya adalah, kita menciptakan Tuhan," ungkap Gawdat.
Dalam film Terminator 2: Judgment Day yang tayang pada tahun 1991, membayangkan masa depan suram pasca-apokaliptik di mana mesin pintar menguasai Bumi.
Dalam film tersebut, kecerdasan buatan jahat, yang dikenal sebagai Skynet, telah menggulingkan penciptanya dan mengobarkan perang untuk membinasakan manusia dari muka bumi.
"Orang-orang yang selamat dari kebakaran nuklir disebut sebagai Hari Penghakiman perang. Mereka hidup hanya untuk menghadapi mimpi buruk baru: perang melawan mesin," ungkap Gawdat.
Menurut Gawdat, AI yang sedang dikembangkan tersebut memiliki potensi untuk mencapai apa yang ia sebut singularitas teknologi, titik di mana ia menjadi tidak terkendali dan tidak dapat diubah.
Gawdat bukan satu-satunya orang yang menyerukan adanya ancaman dari AI. Elon Musk terkenal menggunakan platformnya untuk memperingatkan tentang bahaya yang timbul dari pengembangan Ai.
Tahun lalu dia mengklaim AI membutuhkan waktu kurang dari lima tahun untuk menyalip kemanusiaan.
Baca Juga: Sedang Berlibur di Taman, Wanita AS Ini Temukan Berlian 4,38 Karat
"Penilaian saya tentang mengapa AI diabaikan oleh orang yang sangat pintar adalah bahwa orang yang sangat pintar tidak berpikir komputer bisa secerdas mereka. Dan ini adalah keangkuhan dan jelas salah," ungkap Elon Musk.