Suara.com - Sejumlah nelayan yang berada di kawasan Dermaga Muara Angke, Jakarta Utara mengakui tidak mengetahui mengenai isu air laut yang tercemar limbah Paracetamol di Jakarta. Mereka hanya mengetahui jika air laut tercemar dari limbah pabrik yang berada di sekitaran Ibu Kota.
Seorang nelayan yang enggan disebutkan identitasnya, mengaku baru mendengar adanya informasi soal limbah paracetamol tersebut. Meski sudah puluhan tahun berada di Muara Angke, nelayan tersebut sama sekali tidak tahu soal limbah paracetamol.
"Saya sudah 20 tahun menjadi nelayan tapi gak pernah tuh denger ada limbah limbah parasetamol gitu, palingan limbah kayak limbah pabrik, terus limbah tekstil gitu sih," katanya saat ditemui Suara.com di lokasi, Senin (4/9/2021).
Sang nelayan biasanya hanya menjumpai limbah tekstil -- tidak disampaikan secara detail -- mengapung di permukaan laut. Limbah itu, biasa ditemui oleh mereka ketika sedang mencari ikan.
Baca Juga: Informasi Pemprov DKI soal Limbah Parasetamol Minim, Walhi: Jangan Susahkan Nelayan!
"Ya namanya juga di sini (laut Jakarta) kan banyak pabrik gitu, wajar sih," sambungnya.
Warga Tidak Tahu
Sebagian warga di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara mengaku baru mengetahui soal isu tercemarnya air laut Jakarta oleh limbah parasetamol. Warga hanya tahu jika air laut di sekitar Pelabuhan Muara Angke hanya tercemar solar yang berasal dari banyaknya kapal yang bersandar.
Seorang ibu-ibu warga Cilacap, Jawa Tengah yang sudah 21 tahun tinggal di sekitar lokasi mengatakan, selama ini air laut hanya tercemar solar. Hal itu memang berasal dari banyaknya kapal yang bersandar di bibir dermaga.
"Kalau paracetamol saya tidak tahu, malah baru dengar nih. Kalau limbah solar sudah dari dulu," ungkap ibu yang enggan disebutkan namanya.
Baca Juga: Air Laut Jakarta Terkontaminasi Paracetamol, Adakah Dampaknya bagi Kesehatan Manusia?
Revitalisasi Buruk
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta menilai, informasi yang diberikan oleh pemerintah terkait hal tersebut masih sangat minim.
"Artinya pengetahuan atau informasi yang di berikan oleh pemerintah terkait kondisi teluk jakarta sangat minim, bahkan penduduk setempat tidak tahu," kata Direktur Walhi Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi dalam sambungan telepon, Senin.
Pria yang akrab disapa Bagus itu berpendapat, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus menjadikan fakta itu sebagai hal yang serius. Kata dia, jangan sampai masyarakat atau nelayan sampai salah paham terhadap penelitian tersebut.
"Penting untuk diseriusi oleh pemerintah, jangan sampai ada salah paham," sambungnya.
Merujuk informasi yang dihimpun Walhi Jakarta, nelayan di teluk Jakarta, khususnya Muara Angke cukup jauh untuk mencari hasil tangkapan. Mereka harus menempuh jarak kurang lebih satu hingga dua kilometer dari garis pantai.
"Karena berdasarkan info, nelayan di Teluk Jakarta cukup jauh dia mencari ikannya lebih dari 1 hingga 2 kilometer dari pantai," papar Bagus.
Untuk itu, Walhi Jakarta berharap agar informasi soal penelitian tersebut nantinya menyusahkan masyarakat dan nelayan. Sebab, seluruh masyarakat berhak atas informasi yang berkaitan dengan kesehatan.
"Jangan sampai informasi ini juga menyusahkan masyarakat khususnya nelayan. Tapi juga masyarakat punya hak atas informasi terhadap kesehatan."
Tercemar
Sebelumnya, penelitian LIPI mengatakan pantai Jakarta tercemar paracetamol. Dari penelitian yang dilakukan, terdapat dua wilayah pantai yang mengalami pencemaran konsentrat tinggi, yakni Ancol dan Angke.
Dari dua perairan yang dilakukan penelitian salah satu perairan yang tercemar konsetrat paracetamol paling tinggi terdapat di pantai Angke, dengan kandungan sebesar 610 nanogram per liter.
Sedangkan pantai ancol tingkat tercemarnya mencapai 420 nanogram per liter sedikit lebih rendah dari pantai Angke. (Raihan Hanani)