Demokrat: Moeldoko Berambisi Jadi Presiden Sejak 2014, Beberapa Kali Datang ke Cikeas

Senin, 04 Oktober 2021 | 09:55 WIB
Demokrat: Moeldoko Berambisi Jadi Presiden Sejak 2014, Beberapa Kali Datang ke Cikeas
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko / [SuaraSulsel.id / KSP]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Partai Demokrat membongkar ambisi KSP Moeldoko untuk merapat ke partai dengan jabatan tinggi dan agar bisa diusung menjadi presiden. Moeldoko disebut beberapa kali mendatangi kediaman Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas untuk melancarkan ambisinya tersebut.

Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Komunikasi Strategis (Kabakomstra) DPP Demokrat, Herzaky Mahendra Putra. Ia menyampaikan, semua diawali ketika Moeldoko berambisi untuk menjadi seorang presiden.

"Sedangkan ambisi menjadi Presiden ini, pertama kali muncul pada 2014. Ada seorang pengusaha nasional yang menghadap Presiden SBY dan meminta restu Pak SBY, agar PD mengusung Moeldoko sebagai calon presiden. KSP Moeldoko saat itu masih perwira aktif dan baru saja diangkat menjadi Panglima TNI," kata Herzaky dalam keterangan persnya, seperti dikutip Suara.com, Senin (4/10/2021).

Kemudian Herzaky mengungkapkan, pada 2015 lalu dengan masih menggunakan seragam dinas Panglima TNI, Moeldoko mendatangi Cikeas untuk bertemu dengan SBY jelang Kongres Demokrat digelar. Moeldoko kala itu disebut mendesak agar SBY menjadikan Marzuki Alie sebagai Sekretaris Jenderal Demokrat.

Baca Juga: Demokrat Minta Moeldoko Hentikan Ambisinya Ambil Alih Partai

"Moeldoko hanya mengatakan: 'Pak, tolong kalau Bapak terpilih lagi sebagai Ketua Umum, agar Bapak mengangkat Marzuki Alie sebagai Sekjen-nya," tuturnya.

SBY kemudian marah kala itu lantaran Moeldoko dianggap melanggar konstitusi dengan bermain politik praktis. Selain itu, SBY juga marah karena tak rela TNI dikotori ambisi pribadi untuk berkuasa.

Lebih lanjut, Herzaky menyampaikan, tak puas dengan jawaban SBY, Moeldoko juga sempat mendatangi salah satu mantan Wakil Presiden. Moeldoko disebut meminta bantuan agar bisa menjadi ketua umum di salah satu partai politik.

"Lagi-lagi mantan Wakil Presiden ini juga menolaknya halus. Beliau katakan, untuk menjadi Ketua Umum itu ada mekanismenya dalam kongres," tuturnya.

"Memang soal kemampuan politik praktis, KSP Moeldoko ini agak diragukan kapasitasnya. Jangankan menjadi Ketua Umum Partai Politik, menjadi Ketua Umum PSSI saja kalah," sambungnya.

Baca Juga: BMI Harap Calon Ketua DPD Partai Demokrat Paham Karakter di Sumut

Layangkan Gugatan

Sebelumnya, pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra mendampingi empat anggota Demokrat kubu KLB Deli Serdang Moeldoko mengajukan uji materi atau judicial review terkait Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Demokrat tahun 2020 ke Mahkamah Agung (MA).

Yusril sendiri mengatakan, judicial review tersebut meliputi pengujian formil dan materil terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) Partai Demokrat Tahun 2020 yang telah disahkan Menkumham tanggal 18 Mei 2020.

"Advokat Yusril Ihza Mahendra dan Yuri Kemal Fadlullah membenarkan pertanyan media bahwa kantor hukum mereka IHZA & IHZA LAW FIRM SCBD-BALI OFFICE mewakili kepentingan hukum empat orang anggota Partai Demokrat mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung," kata Yusril dalam keterangannya seperti dikutip Suara.com, Jumat (24/9/2021).

Yusril mengatakan, bahwa langkah menguji formil dan materil AD/ART Parpol merupakan hal baru dalam hukum Indonesia. Ia sendiri mendalilkan Mahkamah Agung berwenang untuk menguji AD/ART Parpol karena AD/ART dibuat oleh sebuah parpol atas perintah undang-undang dan delegasi yang diberikan Undang-Undang Partai Politik.

"Nah, kalau AD/ART Parpol itu ternyata prosedur pembentukannya dan materi pengaturannya ternyata bertentangan dengan undang-undang, bahkan bertentangan dengan UUD 1945, maka lembaga apa yang berwenang untuk menguji dan membatalkannya? Ada kevakuman hukum untuk menyelesaikan persoalan di atas," tuturnya.

Ia menjelaskan, Mahkamah Partai yang merupakan quasi peradilan internal partai, tidak berwenang menguji AD/ART. Begitu juga Pengadilan Negeri yang berwenang mengadili perselisihan internal parpol yang tidak dapat diselesaikan oleh Mahkamah Partai, tidak berwenang menguji AD/ART.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI