Suara.com - Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) telah memberikan banyak terobosan, salah satunya di bidang pertanahan. Untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur, pemerintah membutuhkan tanah, namun hal ini menemui kendala sehingga pembangunan infrastruktur terhambat.
Selain itu juga adanya urban sprawling, sehingga berakibat tidak terkendalinya alih fungsi lahan sehingga perkembangan wilayah perkotaan menjadi tidak efisien.
Selain melakukan terobosan di dalam penyelenggaraan tata ruang, pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur, pengendalian tata ruang dan pertanahan, serta mengenalkan Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah dalam peraturan turunannya, UUCK juga mengenalkan Bank Tanah. Pembentukan Badan Bank Tanah sudah didukung oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah.
Sekretaris Jenderal (Sekjen), Himawan Arief Sugoto mengatakan, Badan Bank Tanah adalah lembaga sui generis. Hal ini sesuai juga dengan PP Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah.
Baca Juga: ATR/BPN Pastikan Pelaksanaan Program Reforma Agraria Dapat Berjalan Tepat Sasaran
“Menurut PP Nomor 64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah Pasal 1 Ayat 1, Badan Bank Tanah merupakan badan khusus (sui generis). Suatu badan hukum Indonesia yang dibentuk oleh pemerintah pusat dan diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah," ujarnya, pada acara sosialisasi yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Jawa Barat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah di Hotel Intercontinental, Bandung, Rabu (29/9/2021).
Pada struktur Badan Bank Tanah, akan dibentuk Komite Bank Tanah. Dalam komite tersebut akan dipimpin oleh tiga menteri, yakni Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) sebagai ketua merangkap anggota, Menteri Keuangan dan Menteri PUPR sebagai anggota, serta menteri/kepala lembaga yang ditunjuk Presiden sebagai anggota. Komite ini juga akan dibantu oleh Sekretariat Komite.
“Adanya Komite Bank Tanah pada Badan Bank Tanah akan menghindari abuse of power, sehingga terjadi check of balance,” kata Himawan Arief Sugoto.
Dalam Badan Bank Tanah juga dibentuk Dewan Pengawas. Dewan Pengawas ini bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat atau saran kepada Badan Pelaksana dalam menjalankan kegiatan penyelenggaraan Bank Tanah. Untuk menyelenggarakan tugas-tugas dalam Badan Bank Tanah, Komite Bank Tanah menetapkan Badan Pelaksana.
“Badan Pelaksana ini terdiri dari Kepala dan Deputi yang dibantu oleh Sekretaris. Selain itu, satuan pengawasan intern dan pegawai/karyawan Bank Tanah berasal dari ASN dan Non ASN,” kata Himawan.
Baca Juga: Kasus Lahan Sentul City, Warga Bojong Koneng Adukan Kementerian ATR/BPN ke Ombudsman
Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT), Suyus Windayana mengatakan, pembentukan bank tanah, secara tidak langsung, didukung oleh tiga Peraturan Pemerintah (PP) yaitu PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah; PP Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar serta PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
“Pembentukan Bank Tanah itu secara tidak langsung didukung oleh PP Nomor 18 Tahun 2021 terutama mengenai Hak Pengelolaannya, lalu PP Nomor 19 Tahun 2021 berkaitan dengan pengadaan tanah untuk bidang-bidang tanah yang sudah diberikan izin lokasinya, kemudian juga bagaimana penertiban tanah telantar, apabila tanah telantar yang tidak dimanfaatkan akan diambil oleh Bank Tanah, dan terkait perubahan tata ruang, jika terkait perubahan fungsi, nantinya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber perolehan untuk Bank Tanah,” kata Suyus Windayana.
Bank Tanah akan menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, serta pembangunan ekonomi.
“Bank Tanah juga mengakomodir kepentingan untuk konsolidasi tanah dan untuk Reforma Agraria,” katanya.