
Lebih jauh dari soal sikapnya terhadap pemberhentian 58 pegawai KPK, Novel juga menyinggung soal dampak pasca pemecatan itu. Ia mengatakan kalau indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia menurun.
Transparency International Indonesia (TII) sempat merilis IPK Indonesia pada 2020 menurun dengan skor 37 dari skala 0-100. Adapun 0 digunakan untuk level sangat korup dan skor 100 sangat bersih.
Novel mempertanyakan atas sikap Jokowi yang seolah acuh tak acuh terhadap IPK Indonesia yang terus merosot.
"Sebetulnya kita mau biarkan negara ini maju atau justru malah lebih nyaman buat para koruptor? Itu yang harus penting," ucapnya.
Selain itu, Novel juga mengharapkan Jokowi tidak membiarkan orang yang dengan beraninya melakukan tindakan sewenang-wenang hingga menginjak-injak wibawa hukum.
Pimpinan KPK disebutnya harus dimaknai sebagai orang yang wajib taat kepada hukum dan Jokowi harus secara otomatis juga memiliki tanggung jawab untuk menegur apabila ada yang norma-norma yang dilanggar atau tidak dipatuhi.

"Saya kira ini berbahaya. Berani berbuat semaunya sendiri dan mengabaikan segala ketentuan, itu tidak boleh dibiarkan," ujarnya.
Novel tidak yakin kalau Jokowi tidak memiliki keberanian untuk bersikap. Hanya saja ia menilai kalau mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut memiliki perhitungan di mana seharusnya sudah tidak perlu dilakukan lagi.
Sebab, upaya pemberantasan korupsi telah menjadi kepentingan mendasar terutama bagi kehidupan bernegara. Ia menilai Jokowi tidak akan bisa melakukan pembangunan-pembangunan kalau misalkan pemberantasan korupsi saja malah melemah.
Baca Juga: Novel Baswedan: Pimpinan KPK Kok Malah Takut Sama Orang Berantas Korupsi, Lucu Kan?
"Tidak, kebijakan beliau akan di jalan belakang. Pembangunan-pembangunan sulit untuk bisa mencapai efektif. Jadi, itu kepentingan beliau juga dan kewajiban buat beliau."