Suara.com - "Saya telah berjuang, saya telah berbuat, dan keadaan tidak memungkinkan saya meneruskan apa yang saya lakukan.” Demikian pernyataan Novel Baswedan yang kini sudah kini sudah disingkirkan dari tugasnya sebagai penyidik KPK.
30 September 2021 atau Kamis kemarin menjadi hari terakhir Novel bersama 56 pegawai KPK lainnya setelah resmi dipecat karena dinyatakan tidak lulus dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang disebut-sebut banyak kejanggalan.
57 pegawai KPK yang telah dipecat itu pun disebut-sebut sengaja disingkirkan Firli Bahuri dan empat pimpinan lembaga antirasuah karena dianggap berbahaya.
Dalam wawancara eksklusif dengan Suara.com pada Jumat (24/9/2021) lalu, Novel pun blak-blakan menceritakan soal kejanggalan proses TWK yang dijadikan sebagai syarat alih status pegawai KPK untuk menjadi ASN.
Baca Juga: Novel Baswedan Dkk Bentuk Indonesia Memanggil 57 Intitute Pasca Dipecat, Ini Tujuannya
"Ternyata ada hal-hal yang dilakukan dengan, apa namanya ya, saya bisa katakan manipulasilah. Dilakukan dengan ketidakjujuran, dilakukan dengan suatu standar yang tidak jelas hingga kemudian ditentukan ada yang tidak memenuhi syarat dan lain-lain, yang itu tidak ada dasarnya," kata Novel.
Selama 15 tahun bekerja sebagai penyidik, Novel mengaku baru kali ini dirinya melihat pimpinan KPK di era Firli Cs nekat melawan aturan hukum. Sebab, Firli dan empat pimpinan KPK lainnya diketahui telah menolak rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM terkait adanya pelanggaran maladministrasi dan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK.
Bahkan, Firli disebut telah melawan instruksi Jokowi karena tetap memecat 57 pegawai KPK. Jokowi sebelumnya sempat menyatakan jika tidak boleh ada proses pemecatan dalam pelaksanaan TWK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN.
"Dan kemudian di akhirnya justru yang terjadi disingkirkan dengan apa ya, dengan terang-terangan melanggar hukum dengan ilegal, dengan proses-proses yang menurut saya terang-terangan melawan hukum itu terang-terangan. Dan itu belum pernah terjadi. Pejabat berani terang-terangan berbuat melawan hukum yang motifnya justru bukan untuk kebaikan kepentingan negara," kata Novel.
Novel juga menganggap jika TWK hanya dijadikan instrumen untuk melegitimasi agar dirinya tak lolos untuk menjadi PNS dengan stigma antipancasila. Padahal, rekam jejak Novel sebagai penyidik cukup cemerlang dalam mengungkap kasus-kasus besar.
Baca Juga: Novel Baswedan Cs Diberhentikan, Eks Ketua KPK Abraham Samad: Saya Sedih
Bahkan, Novel merupakan salah satu penegak hukum yang banyak mendapatkan teror dari orang-orang yang beperkara di KPK. Novel kini pun tak bisa melihat secara normal lagi setelah mata kirinya rusak akibat disiram air keras pada April 2017 lalu.
"Saya melihatnya mekanisme yang dilakukan dalam assessment TWK itu digunakan sebagai alat untuk menyingkirkan. Indikatornya sangat jelas, tesnya tidak mau terbuka, terus banyak problematika dalam proses-prosesnya. Bahkan, menyasar hanya kepada orang-orang yang, apa ya, selama ini bekerja baik, justru malah ditakuti oleh para koruptor. Orang-orang itu yang dikenakan tidak memenuhi syarat," kata dia.
Novel pun menduga dirinya dan rekan-rekan yang dipecat ini memang sudah lama dibidik untuk disingkirkan setelah Firli Cs resmi memegang pucuk pimpinan KPK.
"Januari 2021 yang diduga pak Firli dan kawan-kawan menyisipkan aturan atau norma untuk dijadikan alat untuk menyingkirkan itu. Jadi seperti itu. Saya menduganya malah setelah sekian lama, dianggap tidak berdaya dengan undang-undang yang telah lemah tadi ternyata masih bisa untuk bekerja dengan segala kesulitannya itu justru dijadikan kekhawatiran untuk disingkirkan. Lucukan? Pimpinan KPK yang harusnya bekerja berantas korupsi, kok malah khawatir dengan orang yang berantas korupsi? Kan lucu jadinya," beber Novel.
Novel bakal merawat asanya, meski polemik TWK kini berujung dengan pemecatan dirinya sebagai penyidik senior KPK. Novel mengaku bakal tetap meneruskan perjuangannnya untuk memberantas korupsi.
"Saya telah berjuang, saya telah berbuat, dan keadaan tidak memungkinkan saya meneruskan apa yang saya lakukan, sesederhana itu."