Suara.com - Pengacara Koalisi Ibu Kota Jeanny Sirait menyebut pemerintah pusat telah mengajukan banding atas putusan majelis hakim PN Jakarta mengenai polusi udara Jakarta.
"Sampai dengan hari terakhir (30/9/2021), jam terakhir waktu pengajuan upaya hukum banding. Hanya empat itu yang mengajukan upaya hukum banding presiden, menteri KLHK, menteri kesehatan, mendagri. Nah apa alasan mereka banding sebenarnya sampai saat ini kami belum mengetahui," kata Jeanny dalam konferensi pers, Jumat (1/10/2021).
Sikap pusat berbeda dengan yang dilakukan Gubernur Jakarta Anies yang justru menghormati dan siap menjalankan hasil putusan majelis hakim, bahkan mengapresiasi 32 warga Jakarta, Jawa Barat, dan Banten yang mengambil langkah mengajukan gugatan atas kualitas udara terhadap pemerintah.
Koalisi Ibu Kota mengaku kecewa dengan sikap pemerintah pusat.
Baca Juga: Waspada, Polusi Udara Jadi Penyebab 6 Juta Kelahiran Prematur Tiap Tahun
"Tentu saja sangat kecewa mereka adalah orang-orang yang paling terdampak polusi udara di DKI, selain juga warga DKI. Ada warganya, ada mereka sendiri mengalami gangguan kesehatan, bahkan cukup parah gangguan ISPA-nya akibat polusi udara Jakarta. Tentu saja sangat kecewa dengan sikap pemerintah dalam hal ini pemerintah pusat ya," tuturnya.
Sikap pemerintah pusat, menurut Jeanny, seharusnya menjalankan putusan majelis hakim.
"Malah memutuskan untuk mengajukan banding untuk melakukan upaya hukum terhadap putusan yang sebenarnya sudah merugikan warga," katanya.
"Kami sendiri memutuskan untuk tidak banding para penggugat 32 penggugat memutuskan untuk tidak banding dan justru malah lebih perspektif mendorong kepada implementasi terhadap upaya membersihkan udara di DKI Jakarta."
Berbeda dengan Pemerintah Provinsi Jakarta, setelah putusan dibacakan pada Kamis (16/9/2021), Gubernur Anies berkata, "Atas putusan tersebut, Pemprov DKI Jakarta memberikan apresiasi terhadap para warga negara yang sedang menjalankan kewajiban berbangsa dan bernegara sesuai UUD 1945 terkait hak atas lingkungan hidup yang sehat."
Baca Juga: Indonesia Perlu Contoh AS dan China untuk Kendalikan Polusi Udara
Sejalan dengan aspirasi warga tersebut, Anies menyebut pemerintah Jakarta juga memiliki visi untuk menyediakan udara bersih, yang merupakan hak dasar bagi setiap warga yang tinggal di Ibu Kota.
Dia menyebutkan untuk percepatan pelaksanaan pengendalian kualitas udara di Jakarta, diperlukan pendekatan multi sektor yang memperketat pengendalian sumber pencemaran udara, mendorong peralihan gaya hidup masyarakat, dan mengoptimalkan fungsi penghijauan, sehingga memerlukan sinergitas antar berbagai pemangku kepentingan.
"Khusus penanggulangan pencemaran udara di Ibu Kota, Pemprov DKI Jakarta telah mengeluarkan Instruksi Gubernur No. 66/ 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara sebagai quick wins untuk menyelesaikan masalah pencemaran udara, bahkan sebelum proses sidang dimulai," ujar Anies dalam keterangan pers.
Salah satu poin dalam Ingub Nomor 66/2019, kata Anies, adalah Pemprov DKI Jakarta ingin memastikan tidak ada angkutan umum yang berusia di atas 10 tahun dan tidak lulus uji emisi beroperasi di jalan dan penyelesaian peremajaan seluruh angkutan umum melalui program JakLingko pada 2020, dan hal itu sesuai amar keputusan majelis hakim poin 1A.
Sejak Ingub tersebut diberlakukan, maka perbaikan kualitas udara di Ibu Kota mulai dirasakan.
Pemerintah Jakarta, kata Anies, juga menempuh upaya lain untuk percepatan penanganan pencemaran udara di Ibu Kota, salah satunya dengan mendorong partisipasi warga dalam pengendalian kualitas udara melalui perluasan kebijakan ganjil genap.
Kemudian juga mendorong peralihan ke moda transportasi umum dan meningkatkan kenyamanan berjalan kaki melalui percepatan pembangunan fasilitas pejalan kaki di ruas jalan protokol, arteri, dan penghubung ke moda transportasi pada 2020.
Sementara itu terkait dengan proses persidangan, Pemprov DKI juga memfasilitasi dua proses mediasi di luar persidangan bersama dengan tim kuasa hukum penggugat. Selain itu Pemprov DKI Jakarta telah menginisiasi satu FGD dengan berbagai pemangku kepentingan yang hasilnya:
• Akselerasi kegiatan uji emisi gas buang bagi kendaraan bermotor dan penerapan sanksi melalui Peraturan Gubernur Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor;
• Pelaksanaan evaluasi terhadap pelaksanaan uji emisi berkala bagi kendaraan bermotor;
• Publikasi kepada masyarakat mengenai hasil pelaksanaan uji emisi berkala bagi kendaraan bermotor serta evaluasi dan pemberian sanksi terhadap pemilik kendaraan bermotor yang tidak melakukan uji emisi atau lulus uji emisi;
• Integrasi upaya peningkatan kualitas udara DKI Jakarta sebagai bagian Kegiatan Strategis Daerah (KSD) yang ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Nomor 1107 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Keputusan Gubernur Nomor 1042 Tahun 2018 tentang Daftar Kegiatan Strategis Daerah;
• Penerapan Zona Rendah Emisi yang telah aktif berjalan sejak awal Februari 2021 di kawasan Kota Tua;
• Pembangunan taman dan pohon, sampai dengan tahun 2020, terdapat setidaknya 57 taman baru, 23.500 pohon, 2,4 juta tanaman penyerap polutan, dan 47.000 bakau telah ditanam.
• Mendorong industri besi dan baja, pulp dan kertas, pembangkit listrik tenaga termal serta semen untuk memasang Continuous Emission Monitoring System (CEMS);
• Pemberian sanksi terhadap pelaku usaha dan/atau kegiatan sumber pencemar udara tidak bergerak yang melanggar dokumen lingkungan hidup mengenai pengendalian pencemaran udara dan/atau ketentuan peraturan perundangan-undangan terkait;
• Penambahan Stasiun Pemantauan Kualitas Udara dilakukan secara bertahap sejak tahun 2009 hingga 2018 di wilayah provinsi DKI Jakarta, hasil pemantauan dapat diakses secara publik melalui aplikasi JAKI – sebuah aplikasi yang dikembangkan untuk transparansi dan manajemen relasi warga.
Selain langkah-langkah tersebut, kata Anies, Dinas Lingkungan Hidup Jakarta juga sedang menyusun kajian Baku Mutu Udara Ambien dan nilai Indeks Standar Pencemar Udara yang sesuai dengan standar nasional yang diamanatkan dalam Lampiran VII Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 14 Tahun 2020, sebagai langkah awal untuk menyusun rencana pengendalian kualitas udara dilengkapi dengan sistem pemetaan dispersi polutan udara sedang, yang disusun dengan proses yang partisipatif dan kolaboratif dengan seluruh pemangku kepentingan.
Pemerintah Jakarta juga telah melakukan kajian inventarisasi sumber polusi udara di Jakarta yang menjadi dasar pembuatan kebijakan berkaitan dengan polusi udara di Jakarta.
"Dengan ini, kami tidak banding dan siap menjalankan putusan pengadilan demi kualitas udara Jakarta yang lebih baik. Namun ini adalah kerja bersama, maka kami mengundang seluruh pemangku kepentingan, dan khususnya warga yang memiliki ide, inovasi, dan inisiatif, untuk berkolaborasi bersama kami untuk mencari solusi terbaik sesuai dengan keputusan pengadilan. Ini merupakan kerja besar dan kerja bersama," kata Anies. [rangkuman laporan Suara.com]