Suara.com - Setelah mendapat respons negatif dari sejumlah kalangan, Partai Keadilan Sejahtera mencabut aturan partai yang mengizinkan kader yang mampu secara moril dan materiil untuk berpoligami. PKS meminta maaf karena telah mengecewakan sebagian masyarakat.
"Setelah kami mendapat berbagai masukan dari pengurus, anggota dan masyarakat secara umum, kami memutuskan untuk mencabut anjuran poligami tersebut," kata Ketua Dewan Syariah Pusat PKS Surahman Hidayat, kemarin.
"Kami memohon maaf jika anjuran ini membuat gaduh publik dan melukai hati sebagian hati masyarakat Indonesia."
Suara kritik yang ditujukan kepada PKS, antara lain menyatakan poligami merupakan ranah pribadi dan sebaiknya jangan dijadikan komoditas politik, apalagi menjadi program politik.
Baca Juga: Wah! PKS Bolehkan Kadernya Berpoligami, Namun dengan Syarat Ini
Suara kritik yang lain menyebut kebijakan tersebut telah merendahkan perempuan berstatus janda, "Seharusnya PKS lebih peka terhadap beban berlapis yang dialami perempuan berstatus janda di Indonesia akibat stigma negatif terhadap mereka."
Aturan yang mengizinkan kader berpoligami tertuang dalam program unit pembinaan anggota poin delapan disebutkan: anggota laki-laki yang mampu dan siap beristri lebih dari satu. Mengutamakan pilihannya kepada aromil (janda) dan awanis.
Ketika aturan dibuat, katanya, sudah melalui kajian internal secara mendalam serta didukung kader-kader perempuan.
Pencabutan aturan tersebut untuk mewujudkan prinsip tata kelola partai yang baik dengan mengedepankan prinsip transparan, akuntabel, dan responsif terhadap berbagai masukan masyarakat, kata Surahman.
Surahman menyebutkan partainya sekarang sedang fokus untuk meringankan beban ekonomi masyarakat yang terdampak pandemi, terutama anak-anak yatim.
Baca Juga: Gara-gara Dikritik, PKS Batalkan Imbauan Kader Boleh Poligami dengan Janda
"PKS mengucapkan terima kasih atas masukan, kritik dan saran dari semua pihak; dan ini merupakan bentuk perhatian yang besar dari publik terhadap jalannya organisasi partai ini," kata Surahman.
Kemarin, Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani menyebut apa yang dilakukan PKS, "Tidak pas parpol masuk ke wilayah private seperti itu."
Walaupun agama Islam membolehkan seorang lelaki berpoligami dengan syarat-syarat tertentu, tidak ada tradisi, dimana poligami diurus atau dikampanyekan oleh kekuasaan negara atau otoritas publik, kata Arsul.
"Bahkan para alim ulama saja sangat hati-hati ketika bicara soal poligami dengan cara tidak melakukan pemberian fatwa atau nasihat secara terbuka," ujar Arsul.
Bagaimana sikap PPP terhadap poligami? Arsul mengatakan partainya ingin mengikuti tradisi Islam, "yang berhati-hati dan mengembalikan soal poligami ini pada umumnya ke pribadi masing-masing dan dalam lingkup wilayah private."
Sedangkan Komunitas Save Janda dalam pernyataan sikap mereka mengecam program tersebut. Program tersebut dinilai mendorong kader PKS melakukan poligami dengan janda dan dinilai merendahkan perempuan yang berstatus janda.
“Sebagai partai politik, seharusnya PKS lebih peka terhadap beban berlapis yang dialami perempuan berstatus janda di Indonesia akibat stigma negatif terhadap mereka. Narasi-narasi misoginis seperti imbauan kader untuk berpoligami dengan janda ini hanya memperburuk stigma tersebut,” kata Founder Komunitas Save Janda Mutiara Proehoeman.
Mutiara mengimbau kepada semua pihak untuk berhenti memposisikan perempuan sebagai obyek.
Pernikahan bukanlah hadiah, apalagi pertolongan bagi perempuan. Pernikahan adalah kesepakatan bersama dua belah pihak sebagai subyek, yang didasari oleh kesadaran, cinta dan kasih sayang antara keduanya, kata Mutiara.
Dalih menolong janda dan anak yatim dengan poligami dia nilai sebagai narasi kemunduran yang mengkhianati perjuangan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
“Kami menyadari bahwa kemiskinan masih menjadi problem bagi banyak perempuan di Indonesia, terlebih janda. Tapi tentu saja solusi bagi kemiskinan dan kesulitan ekonomi perempuan bukanlah poligami. Solusi bagi kemiskinan yang dialami oleh perempuan janda adalah program-program pemberdayaan, bantuan modal usaha, pelatihan-pelatihan serta akses terhadap lapangan pekerjaan. Anak yatim dibantu dengan beasiswa atau program orang tua asuh, bukan mempoligami ibunya,” kata Mutiara. [rangkuman laporan Suara.com]