Henry menuturkan, di era Orba cara pemerintah membuat rakyat tunduk dan terhegomoni selama 32 tahun itu melalui dua jenis apparatus. Pertama repressive state apparatus, yaitu tangan-tangan negara yang menggunakan kekerasan untuk membuat rakyat tunduk. Mereka adalah Tentara, Polisi, Kejaksaan, Intelejen dan lainnya.
"Kalau yang bekerja hanya Repressive State Apparatus, maka dikhawatirkan akan terjadi gejolak, karena dasarnya tekanan dengan hukum dan tindakan," ucap Henry.
Kedua, era Orba menggunakan Ideological State Apparatus agar ada ketertundukan secara soft. Yakni menggunakan kalangan intelektual, agamawan, seniman dan lain-lain untuk menyuarakan kebenaran versi penguasa orba.
Adapun film G30S/PKI merupakan bagian dari produk Ideological State Apparatus.
"Tapi Orba itu selama 32 tahun berhasil menanamkan ideologinya di berbagai lapisan masyarakat sehingga dianggap sebagai kebenaran yang pantas diterima. Hanya kalangan ilmuwan sosial yang kritis yang memiliki perspektif yang berbeda. Itu pun tidak banyak," tuturnya.
Ketika ditanya apakah generasi muda saat ini masih banyak yang memiliki keinginan untuk menonton Film G30S, Henry menyebut hal tersebut masih banyak. Menurutnya, apa yang ditanamkan orba masih sangat kuat meski generasi muda saat ini tidak terkena langsung.
Pasalnya, kata Henry, masih terdapat fanatisme orangtua terhadap kebenaran sejarah versi orba masih kuat. Terlebih diperkuat dengan adanya perang komunikasi politik di media sosial.
"Anak muda memang tidak terkena langsung, tapi fanatisme orang-orang tua terhadap kebenaran sejarah versi Orba masih kuat, dan mereka lah yang mensosialisasikan sejarah itu, termasuk kebencian terhadap mereka yang dilabeli atau dituduh komunis," kata dia.
"Prasangka sosial yang sudah ada sejak Orba itu kan diperkuat dengan perang komunikasi politik di medsos sekarang.
Penayangan dan menonton Film G30S/PKI itu tidak bisa dilepaskan dengan keriuhan perang komunikasi di medsos," tuturnya.
Baca Juga: Baba Entong Anti PKI