Suara.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, ada standar ganda terkait tawaran Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit yang akan merekrut 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Polri.
Sebab menurutnya, di sisi lain 57 pegawai yang tidak lolos TWK dinyatakan tidak bisa dibina untuk menjadi ASN di KPK, namun tidak berlaku di institusi lain, dalam hal Polri.
Dia bahkan menyebut, hal itu semakin membantahkan argumen pemerintah yang menganggap proses TWK tidak memiliki masalah.
"Hanya melemah argumen pemerintah selama ini. Bahwa tidak ada masalah dengan TWK. Kalau seandainya ditarik lebih jauh mengapa TWK ini sepertinya dijadikan dasar untuk mencegal 56 pegawai KPK itu dari KPK, tetapi tidak dari instansi lain. Ada apa?" ujar Usman saat ditemui wartawan di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (29/9/2021).
"Berarti kan ada standar ganda, ada target, ada yang memang ditargetkan sejak awal, yaitu orang ini, Novel Baswedan dan kawan-kawan," katanya.
Dia juga mempertanyakan, mekanisme pengangkatan 57 pegawai, mengingat mereka dinyatakan tidak dapat dibina untuk menjadi ASN di KPK.
"Ditambah tidak adanya penjelasan yang spesifik tentang mekanisme pengangkatan tersebut. Dan, apa artinya untuk pelaksanaan TWK yang saat ini sedang kita persoalkan," ujarnya.
Usman pun menegaskan, tuntutan mereka bersama masyarakat sipil tetap sama kepada Presiden Jokowi Widodo, yakni 57 pegawai nonaktif dikembalikan ke KPK dan diangkat menjadi ASN.
"Tuntutan kami tidak berubah, bahwa pelaksanaan TWK sarat akan masalah. Bahwa, 56 pegawai KPK yang hari ini bertambah satu orang, itu harus dipulihkan dan dikembalikan menjadi pegawai KPK," tegasnya.
Baca Juga: Pegawai KPK yang Tidak Lolos TWK Bertambah Satu, Total 57 Orang Dipecat Besok
Tarik 56 Pegawai KPK jadi ASN Polri