Suara.com - Penyidik Bansos KPK Praswad Nugraha menyebut pemberhentian pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) merupakan bentuk operasi pembredelan dan penyingkiran pegawai KPK dengan dalih Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Praswad adalah salah satu pegawai KPK yang dinonaktifkan pimpinan karena disebut tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Betul sekali, tepat sekali. Ini operasi pembredelan ini adalah operasi penyingkiran dengan dalih undang-undang menjalankan Undang-undang 19 tahun 2019," ujar Praswad dalam wawancara bertajuk "Peristiwa G30STWK dan Masa Depan KPK, Selasa (28/9/2021) malam.
Diketahui pada tanggal 30 September 2021 56 pegawai KPK yang tak lolos TWK akan diberhentikan secara resmi dan disebut sebagai peristiwa G30S TWK.
Baca Juga: Kapolri Rekrut 56 Pegawai KPK Tak Lulus TWK, Jubir Presiden: Upaya Baik Selesaikan Masalah
Praswad menuturkan, mengacu pada UU Nomor 19 Tahun 2019, seluruh pegawai KPK otomatis merupakan aparatur sipil negara.
Hal tersebut kata dia sudah berlaku pada 17 Oktober 2019 lalu
"Sementara di UU 19 2019 perintahnya itu alih. Jadi per tanggal 17 Oktober tahun 2019 itu dinyatakan oleh UU seluruh pegawai KPK adalah aparatur sipil negara. Jadi saat itu harusnya otomatis kami sudah aparatur sipil negara," kata Praswad.
"Bukan lagi daftar lagi, kaya CPNS nggak, jadi UU yang memerintahkan kami. Jadi memang kita sudah diketok palu dinyatakan adalah aparatur sipil negara," sambungnya.
Namun, kata Praswad, di dalam prosesnya, UU tersebut dijadikan operasi intelijen untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap pimpinan atau rezim tak bisa diajak kongkalikong.
Baca Juga: Polemik Pemecatan Pegawai KPK, Fadjroel: Jokowi Hormati Kesopanan Dalam Ketatanegaraan
"Namun di dalam proses itu dijadikan operasi intelijen untuk menyingkirkan orang-orang yang nyata-nyata memang mungkin dianggap pimpinan atau rezim ini itu tidak bisa diajak kongkalikong," tutur Praswad.
Praswad yang sudah mengabdi di KPK selama 15 tahun menilai bahwa UU 19 2019 justru bukanlah alih status pegawai KPK, namun dijadikan alat untuk memecat pegawai KPK yang sudah mengabdi bertahun-tahun.
"Tiba UU 19 2019 yang kita sama-sama lawan pada saat itu sampai ada korban, mewajibkan kami dirubah bentuknya dari penyelenggara negara yang selama ini diatur dalam UU 30 Tahun 2002 menjadi aparatur sipii negara," tuturnya.
"Nah ini rupanya dijadikan semacam disinilah tempatnya mereka berselancar seolah-olah "oh ini perubahan alih status saja" yang 20 tahun sudah mengabdi, 17 tahun saya sendiri 15 tahun, ada pak Damanik (Ambarita Damanik) 17 taun yang jelas berbakti bagi negara itu tiba-tiba dinyatakan tidak lulus. Jadi alih-alih itu adalah perubahan status ko malah diberhentikan dipecat," sambungnya.
Lebih lanjut, Praswad menyebut bahwa pemberhentian pegawai KPK melalui TWK sangat menghina akal sehat terhadap orang-orang yang telah mengabdi di KPK bertahun-tahun.
"Bahkan yang sangat menghina akal sehat seperti pak Damanik (Penyidik senior KPK Ambarita Damanik) misalnya tahun 83 beliau sudah jadi anggota polisi, artinya sudah 30 tahun berbakti kepada negara. Pengiriman tugas ke luar negeri, pada saat di polisi berdinas di Densus anti teror. Lalu tahun 2000-2021. Artinya 20 tahun lalu, beliau sudah (di KPK) sampai sekarang beliau jadi Kasatgas 1, hari ini gara-gara TWK yang 15 menit 22 menit , 30 tahun pengabdian hilang," katanya.