Suara.com - Peretasan yang terjadi terhadap sejumlah ponsel milik demonstran penolak pemecatan 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukan kegagalan negara dalam memberikan perlindungan terhadap warganya dalam menyalurkan aspirasi.
Pernyataan tersebut disampaikan Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Zaenur Rohman merespons adanya peretasan kepada demonstran usai menggelar aksi di kawasan Gedung Merah Putih KPK, Kuningan.
"Peretasan menunjukkan negara gagal melindungi warganya. Sudah sangat sering aktivis antikorupsi mengalami peretasan," kata Zaenur saat dihubungi Suara.com, Selasa (28/9/2021).
![Seorang pengunjuk rasa menunjukan ancaman yang masuk ke ponsel pribadinya melalui pesan singkat. Hal tersebut terjadi saat massa dari BEM SI menggelar aksi unjuk rasa terhadap Ketua KPK Firli Bahuri pada Senin (27/9/2021). [Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/original/2021/09/27/27727-seorang-pengunjuk-rasa-menunjukan-ancaman-yang-masuk-ke-ponsel-pribadinya-melalui-pesan-singkat.jpg)
Dia menduga peretasan yang dilakukan tersebut ditujukan untuk meneror demonstran sehingga menimbulkan rasa takut.
"Namun, ternyata para korban peretasan tidak takut," katanya.
Lanjutnya, dugaan peretasan tersebut merupakan bentuk kemunduran Demokrasi Indonesia, terutama dalam hal kebebasan berpendapat dan berekspresi.
"Kebebasan berbicara, menyatakan pendapat, dan privasi benar-benar direpresi. Siapa pun yang merepresi artinya negara gagal memberi perlindungan," katanya.
Sebelumnya, seorang peserta aksi dari BEM SI, Zakky Musthofa, membenarkan ada beberapa rekannya menjadi korban peretasan.
"Benar, ada teman-teman peserta aksi yang (ponsel-nya) diretas," kata dia saat dikonfirmasi Suara.com, Senin (27/9/2021) kemarin.
Baca Juga: Akan Dipecat dan Ponsel Diretas, Pegawai Nonaktif KPK : Kami Tidak Takut
Dia mengungkapkan peretasan yang menimpa beberapa rekannya terjadi usai mereka menggelar unjuk rasa pada Senin (27/9) sore..