Suara.com - Para pengungsi dan kelompok-kelompok marjinal yang kesulitan mencuci pakaian sekarang bisa terbantu dengan mesin cuci yang diputar tangan, yang diciptakan oleh warga Inggris, Navjot Sawhney.
Divya, demikian nama mesin cuci bertenaga tangan ini, dibuat di Inggris dan sudah dikirim ke berbagai tempat yang tak memiliki akses air maupun listrik, kondisi yang memaksa pengungsi dan kelompok-kelompok marjinal lain mencuci pakaian secara manual.
Salah satu penerima Divya adalah pengungsi di Irak.
"Puas sekalinya rasanya melihat mereka bisa kembali mencuci pakaian dengan mudah," kata Sawhney.
Baca Juga: Menperin Lepas Ekspor Mesin Cuci Produksi Pabrik Baru Panasonic, Hasil Relokasi dari China
Ia menambahkan, mesin cuci bertenaga tangan yang ia buat seperti "mengembalikan martabat" yang selama ini hilang.
Baca juga:
- Perkenalkan Hawuko, kompor berbahan bakar sampah yang mengalirkan listrik
- Kompor oli bekas sampai mesin ekstraksi tebu, bagaimana memastikan muda-mudi Papua terus berinovasi?
- Menjamurnya mesin penjual otomatis dengan barang dagangan tak lumrah di Singapura
"Di berita, mereka ini seperti hidup susah di kawasan yang bergolak, tapi sejatinya mereka ini juga seperti kita, ingin hidup normal," katanya.
"Ini adalah kunjungan saya ke Irak yang ketiga. Setiap kali saya ke sini, saya selalu belajar hal-hal yang baru," kata Sawhney.
Selain pengungsi, yang juga menerima mesin cuci murah ini adalah penyandang disabilitas, perempuan penyintas kekerasan dalam rumah tangga, dan orang-orang yang pernah ditawan oleh kelompok teroris.
Baca Juga: 7 Benda yang Bisa Dibersihkan dengan Mesin Cuci di Rumah, Ternyata Bukan Cuma Pakaian
Cuci manual boros waktu, tenaga, dan air
Sawhney terbang ke Irak untuk membagikan mesin cuci Divya.
Ia bertemu dengan keluarga-keluarga yang masih mencari anggota mereka yang hilang, beberapa di antara mereka mengalami trauma berat dan mengenaskan.
"Mencuci pakaian adalah aktivitas yang berat ... mesin cuci Divya bisa membantu perempuan lebih banyak waktu beristirahat," ujar Sawhney.
Ia menjelaskan mencuci pakaian secara manual boros waktu, boros tenaga, boros air dan bisa menyebabkan sakit punggung dan iritasi kulit.
Di banyak kawasan, tugas mencuci pakaian secara manual diserahkan kepada perempuan.
"Divya sangat menghemat air dan waktu ... itu artinya kaum perempuan punya lebih waktu mengerjakan kegiatan lain yang lebih produktif," kata Sawhney.
Ia terinspirasi membuat mesin cuci tanpa listrik saat menjadi relawan di India.
Di negara ini, ia melihat tetangga-tetangganya terlihat begitu berat mencuci pakaian.
Proyek membuat mesin cuci bertenaga tangan ia mulai tahun 2018 dan sekarang menerima pesanan tak kurang dari 15 negara.
Kini ia tengah merancang program distribusi di Uganda, India, Lebanon, dan Yordania.