Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyerahkan 12 barang bukti ke penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus). Barang bukti itu diserahkan untuk melengkapi laporan terhadap Direktur Lokataru, Haris Azhar dan Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti atas kasus dugaan fitnah dan pencemaran nama baik.
Kuasa hukum Luhut, Juniver Girsang mengatakan barang bukti itu diserahkan kliennya saat diperiksa penyidik tadi pagi. Beberapa barang bukti itu di antaranya video yang diunggah oleh akun YouTube Haris Azhar, flashdisk, hingga bukti somasi.
"Barang bukti iyang kami serahkan kurang lebih 12. Tentu barang bukti ini sangkut pautnya dengan laporan yang kami ajukan kaitannya dengan fitnah dan pencemaran nama baik," kata Juniver di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (27/9/2021).
Menurut Juniver, Luhut berharap kasus ini bisa diproses secara tuntas. Sehingga, dapat memberikan kepastian hukum.
Baca Juga: Bantah Punya Bisnis Tambang di Papua, Luhut Ingatkan Soal HAM ke Haris Azhar dan Fatia
"Klien kami sampaikan ke penyidik agar proses ini dapat ditindaklanjuti untuk minta kepastian hukum di negara Indonesia," katanya.
"Beliau tadi juga berpesan agar proses ini tidak boleh diintervensi, 'saya datang sebagai warga negara Indonesia yang cari keadilan. Karena nama baik saya, kehormatan saya sudah dicemarkan. Akibatnya anak, cucu, dan keluarga saya nggak terima atas ketidakbenaran yang sudah disampaikan itu'," tutur Juniver meniru pernyataan Luhut.
Bantah Punya Bisnis Tambang di Papua
Luhut sebelumnya mengklaim tak memiliki bisnis di Papua. Dia membantah pernyataan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang mengungkap adanya dugaan keterlibatan dirinya dengan bisnis tambang di Blok Wabu.
Hal itu disampaikan oleh Luhut seusai diperiksa oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya, Senin (27/9/2021). Dia diperiksa selama satu jam sebagai pihak pelapor.
Baca Juga: Usai Gali Keterangan Luhut, Polda Metro Segera Periksa Haris Azhar dan Fatia KontraS
"Saya tidak ada sama sekali bisnis di Papua, sama sekali tidak ada. Apalagi itu dibilang pertambangan-pertambangan, itu kan berarti jamak, saya tidak ada," kata Luhut.
Dalam kesempatan itu, Luhut juga menyinggung soal Hak Asasi Manusia (HAM). Sebagai aktivis, Luhut meminta Haris Azhar dan Fatia bisa juga menghormati hak asasi dirinya.
"Jangan mengatakan hak asasi yang ngomong aja, hak asasi yang diomongin juga kan ada. Jadi saya juga tidak ingin anak cucu saya merasa bahwa saya sebagai orang tua, kakeknya, membuat kecurangan di Papua yang saya tidak pernah lakukan," katanya.
Lebih lanjut, Jenderal (Purn) TNI itu juga menyatakan siap buka-bukaan di pengadilan untuk membuktikan bahwa pernyataan Haris Azhar dan Fatia soal keterlibatan dirinya dengan bisnis tambang di Blok Wabu, Papua tidak benar. Pernyataan ini merespons tantangan tim hukum Haris Azhar dan Fatia yang mengecam akan membongkar bagaimana keterlibatan Luhut dalam bisnis tersebut.
"Nanti kalau saya salah ya dihukum. Kalau yang dilaporkan itu salah, ya dia dihukum. Kita kan sama di mata hukum," ujarnya.
Dalih Pertahankan Nama Baik
Luhut sebelumnya melaporkan Haris Azhar dan Fatia ke Polda Metro Jaya atas kasus dugaan fitnah dan pencemaran nama baik. Laporan tersebut telah teregistrasi dengan Nomor: STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, tertanggal 22 September 2021.
Dalam laporannya, Luhut menyertakan barang bukti berupa video yang diduga diunggah oleh akun YouTube milik Haris Azhar. Keduanya dipersangkakan dengan Pasal 45 Juncto Pasal 27 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau ITE.
Luhut berdalih melaporkan kedua aktivis HAM itu demi mempertahankan nama baiknya, anak, dan cucu.
"Saya kan harus mempertahankan nama baik saya, anak, cucu saya. Jadi saya kira sudah keterlaluan karena dua kali saya sudah (meminta Haris Azhar dan Fatia) minta maaf nggak mau minta maaf. Sekarang kita ambil jalur hukum. Jadi saya pidanakan dan perdatakan," kata Luhut di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (22/9).
Luhut juga mengemukakan jika dirinya sempat meminta Haris Azhar dan Fatia untuk menyampaikan permohonan maaf. Namun hal itu tak kunjung dilakukan.
"Saya sudah minta bukti-bukti, tidak ada. Dia bilang research tidak ada. Jadi saya kira pembelajaran kita semua masyarakat, banyak yang menyarankan saya tidak begini (membuat laporan polisi), tapi saya bilang tidak. Saya mau menunjukkan kepada publik supaya manusia-manusia itu yang merasa publik figur itu menahan diri untuk memberikan statement-statement tidak bertanggung jawab," imbuhnya.
Tantang Buka-bukaan
Nurkholis Hidayat, salah satu anggota dari tim pendamping hukum Haris Azhar dan Fatia menyayangkan sikap Luhut yang membuat laporan atas hasil penelitian tersebut. Namun, di sisi lain dia menilai ini menjadi momentum untuk membongkar data soal keterlibatan Luhut dalam bisnis tambang di Blok Wabu, Papua.
Dia mengatakan ini sebagai kesempatan untuk mengungkap kebenaran dari apa yang disampaikan Haris Azhar dan Fatia.
"Ini adalah kesempatan justru bagi kita untuk membuka seluas-luasnya data mengenai dugaan keterlibatan atau jejak dari LBP (Luhut Binsar Pandjaitan) di Papua dalam Blok Wabu," kata Nurkholis dalam konferensi pers yang dikutip Suara.com, Kamis (23/9/2021).
Berkenaan dengan itu, Nurkholis juga mengecam akan mengungkap bagaimana sosok Luhut sebenarnya serta jejak langkahnya dalam konflik kepentingan di Papua. Bisnis tambang yang melibatkan Luhut, kata dia, memiliki dampak buruk bagi orang asli Papua.
"Bagaimana proses dia selama ini, jejak langkahnya dalam konflik kepentingan, dugaan konflik kepentingan di dalam bisnis tambang di Papua yang berdampak pada penderitaan rakyat Papua," ujarnya.
Blok Wabu diketahui merupakan salah satu kawasan di Intan Jaya, Papua yang memiliki tambang emas. Menurut data yang dimiliki KontraS, terdapat empat perusahaan tambang yang berada di Blok Wabu.
Dua dari empat perusahaan yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ) disebutkan terafiliasi dengan Luhut.