Suara.com - Presiden Joe Biden meminta negara-negara kaya untuk menyumbang lebih banyak vaksin guna mengendalikan pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Biden menggelar pertemuan puncak Covid-19 di sela-sela Sidang Umum PBB.
Presiden AS Joe Biden mengadakan pertemuan puncak vaksin Covid-19 secara virtual hari Rabu (22/9), di sela-sela pertemuan Sidang Umum PBB di New York yang berlangsung minggu ini.
PBB sebelumnya telah menyerukan kepada negara-negara kaya untuk mengikuti AS. Joe Biden dalam pidatonya di hadapan Sidang Umum di New York mengumumkan sumbangan tambahan ratusan juta dosis vaksin untuk negara miskin.
Namun kalangan pengamat dan pimpinan negara-negara berkembang menyataan kontribusi AS belum cukup. Apalagi AS kini mempertimbangkan penyuntikan vaksin dosis ketiga kepada puluhan juta warganya, padahal masih banyak orang di Afrika yang sama sekali belum mendapat vaksin dosis pertama.
Baca Juga: Sudin Pendidikan Jakbar 1: Tidak Ada Kluster Covid-19 dari PTM
Dalam pidatonya di PBB, Joe Biden hari Selasa (21/9) mengatakan, AS telah menyumbangkan 160 juta dosis vaksin Covid-19 kepada negara-negara lain, termasuk 130 juta dosis sebagai pengiriman pertama dari seluruhnya 500 juta dosis vaksin yang akan disumbangkan.
"Pesawat-pesawat yang membawa vaksin dari Amerika Serikat telah mendarat di 100 negara, membawa sedikit harapan bagi orang-orang di seluruh dunia, seperti yang diucapkan oleh seorang perawat Amerika kepada saya,” kata Joe Biden.
"Dosis harapan ini datang langsung dari rakyat Amerika dan yang terpenting, tanpa pamrih.''
Ajak negara lain juga berkomitmen
Joe Biden juga akan mengumumkan komitmen tambahan AS pada konferensi virtual Coid-19 hari Rabu dan akan menyerukan kepada negara-negara lain untuk "berkomitmen dengan ambisi yang lebih tinggi.''
Baca Juga: Eks Taman Ria Medan Dijadikan Lokasi Sentra Vaksinasi Covid-19
Namun para pemimpin negara-negara berkembang sebelumnya menyatakan, semua itu tidak cukup untuk meredam atau menghentikan pandemi.
Presiden Chili Sebastian Pinera mengatakan, ''keberhasilan''dalam pengembangan vaksin Covid-19 yang cepat diimbangi oleh ''kegagalan'' politik yang menghasilkan distribusi yang tidak merata.
"Dalam sains, kerja sama berlaku; dalam politik, individualisme yang berlaku. Dalam sains, informasi bersama berkuasa; dalam politik, sikap tunggu dulu. Dalam sains, kerja tim mendominasi; dalam politik, kerja-kerja terisolasi,'' tambah Pinera.
Presiden Kolombia Ivan Duque mengatakan: "Kami telah mengamati kegagalan multilateralisme dalam merespons dengan cara yang adil dan terkoordinasi pada saat-saat paling akut. Kesenjangan besar yang ada antara negara-negara terkait proses vaksinasi belum pernah terlihat (sebelumnya)."
Target COVAX sulit dicapai Organisasi Kesehatan Dunia WHO sejak lama mengecam ketidakadilan suplai dan akses vaksin antara negara kaya dan negara miskin.
WHO juga mengatakan, sejauh ini hanya 15% dari sumbangan vaksin yang dijanjikan dari negara-negara kaya yang memiliki akses untuk vaksin dalam jumlah besar, telah dikirimkan ke negara miskin.
WHO menyerukan agar negara-negara kaya memenuhi janji pembagian dosis mereka ''dengan segera'' dan membuat suntikan vaksin tersedia bagi negara-negara miskin, khususnya di Afrika.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, pihaknya ingin agar pertemuan PBB membantu memastikan kesetaraan akses vaksin dan peningkatan kesiapsiagaan untuk pandemi.
Program pembagian vaksin COVAX yang didukung PBB hingga kini masih harus berjuang menghadapi kekurangan pasokan.
Sementara pasar vaksin hampir terkuras oleh negara-negara kaya yang memborong vaksin. Negara-negara kaya telah menyerang dan terus menyerang kesepakatan global terkait pembelian vaksin COVID-19 dari produsen farmasi besar.
COVAX telah berulang kali mengurangi ambisi pengiriman vaksin, dari target awal sekitar 2 miliar dosis vaksin hingga akhir tahun ini, menjadi sekitar 1,4 miliar dosis vaksin, itu pun mungkin tidak tercapai tahun ini.
Hingga Selasa 21 September, COVAX baru membagikan lebih dari 296 juta dosis vaksin COVID ke 141 negara. hp/as (rtr)